Assalamu'alaikum wr. wb " Kami Pengurus mengajak kepada bapak/ibu/saudara donatur/pembaca blogpanti yang ingin berinvestasi akhirat utk pembebasan tanah panti permeter : 250.000.yang masih kurang 35 juta.jika berminat hbg bendahara Hj,sri Murtini :081328838320/0274 773720/774230/langsung transfer ke no.rekening panti BRI cab.wates no.0152.01.003706-50-5 Cq H.Anwarudin. semoga menjadi sebab-sebab kemudahan dan khusnulkhotimah

Sabtu, 05 Desember 2009

Syarah hadis Islam,Iman dan Ihsan

Oleh : Tohari bin Misro

MUKADDIMAH Saya bersyukur pada Allah yang memudahkan pembuatan makalah ini. Yang merupakan penjelasan hadis pertama dalam bab Muraqabah di kitab Riyadus Shalihin atau lihat matan hadis Al-Arba'in An-Nawawiyah.Materi ini berisi syarah (penjelasan) hadits-hadits tersebut oleh pengarang aslinya, Imam an-Nawawi, kemudian oleh Ibn Daqiq al-‘Ied, Syaikh Nashir as-Sa’di dan juga Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahumllah. Mudahan-mudahan bermanfaat bagi kita semua.! TEKS HADITS
عَنْ عُمَرَ بْنِ اْلخَطَّابِ رضي الله عنه، قَالَ: بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيدُ سَوَادِ الشَّعْرِ لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ a فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: اْلإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ a وَتُقِيمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ اْلبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيلاً قَالَ صَدَقْتَ قَالَ فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيمَانِ قَالَ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِاْلقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ قَالَ صَدَقْتَ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِحْسَانِ قَالَ أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ قَالَ مَا اْلمَسْئُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَاتِهَا قَالَ أَنْ تَلِدَ اْلأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى اْلحُفَاةَ اْلعُرَاةَ اْلعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي اْلبُنْيَانِ قَالَ ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا ثُمَّ قَالَ لِي يَا عُمَرُ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلُ قُلْتُ اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِينَكُمْ.

Dari Umar bin al-Khaththab RA, ia mengatakan, "Ketika kami duduk di sisi Rasulullah SAW pada suatu hari, tiba-tiba datang kepada kami seorang laki-laki yang sangat putih pakaiannya, sangat hitam rambutnya, tidak terlihat padanya bekas perjalanan jauh, dan tidak seorang pun dari kami yang mengenalnya. Hingga ia menghampiri Nabi SAW lalu menyandarkan kedua lututnya pada dua lutut beliau, dan meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua paha beliau seraya mengatakan, 'Wahai Muhammad, kabarkan kepadaku tentang Islam.' Rasulullah SAW menjawab, 'Islam ialah kamu bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan, dan menunaikan haji ke Baitullah jika kamu mampu me-nempuh perjalanan kepadanya.' Ia mengatakan, 'Kamu benar.' Kami heran kepadanya, ia bertanya kepadanya dan membenarkannya. Ia mengatakan, 'Sampaikan kepadaku tentang iman.' Beliau menjawab, 'Kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, hari akhir, dan beriman kepada qadar, baik dan bu-ruknya.' Ia mengatakan, 'Kamu benar.' Ia mengatakan, 'Sampaikan kepadaku tentang ihsan.' Beliau menjawab, 'Kamu menyembah Allah seolah-olah kamu melihatNya. Jika kamu tidak melihatNya, maka Dia melihatmu.' Ia mengatakan, 'Sampaikan kepadaku tentang Kiamat.' Beliau menjawab, 'Orang yang ditanya tentang Kiamat tidak lebih tahu dibandingkan orang yang bertanya.' Ia mengatakan, 'Sampaikan kepadaku tentang tanda-tandanya.' Beliau menjawab, 'Bila sahaya wanita melahirkan tuannya, dan bila kamu melihat mereka yang berjalan tanpa alas kaki, tidak berpakaian, fakir, dan penggembala kambing bermegah-megahan dalam bangunan.' Kemudian laki-laki itu pergi, tapi aku masih tercengang cukup lama. Kemudian beliau bertanya kepadaku, 'Wahai Umar, tahukah kamu siapakah orang yang bertanya tadi?' Aku menjawab, 'Allah dan RasulNya yang lebih tahu.' Beliau bersabda, 'Ia adalah Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajar-kan kepada kalian tentang agama kalian'."I (HR. Muslim). SYARAH 1. Imam an-Nawawi Sabdanya SAW, "Kabarkan kepadaku tentang iman." Iman, menurut bahasa, ialah kepercayaan secara umum. Sedangkan menurut syariat, ialah ungkapan tentang kepercayaan khusus, yaitu mempercayai Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, hari akhir, dan qadar, baik dan buruknya.II Adapun Islam ialah ungkapan tentang melakukan berbagai kewajiban, yaitu kepatuhan pada amalan zhahir. Allah membedakan antara iman dan Islam, sebagaimana dalam hadits ini. Allah SWT berfirman, "Orang-orang Arab badui itu berkata, 'Kami telah beriman.' Katakanlah (kepada mereka), 'Kalian belum beriman, tetapi katakanlah, 'Kami telah tunduk'." (Al-Hujurat: 14). Sebab, kaum munafik itu melaksanakan shalat, berpuasa dan bersedekah, tapi hati mereka mengingkarinya. Ketika mereka mengklaim beriman, Allah mendustakan klaim keimanan mereka, karena mereka mengingkari dengan hati, dan membenarkan klaim keislaman mereka karena mereka menjalankannya. Allah SWT berfirman, "Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata, 'Kami mengakui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah.' Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Ra-sulNya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta." (Al-Munafiqun: 1). Yakni, klaim kesaksian mereka terhadap kerasulan menyelisihi hati mereka, karena lisan mereka tidak selaras dengan hati mereka. Syarat kesaksian terhadap kerasulan ialah lisan harus selaras dengan hati. Ketika mereka berdusta dalam klaim mereka, Allah menjelaskan kedustaan mereka. Dan tatkala iman menjadi syarat sahnya keislam-an, maka Allah SWT mengecualikan orang-orang yang beriman lagi berserah diri, sebagaimana firmanNya, "Lalu Kami keluarkan orang-orang yang beriman yang berada di negeri kaum Luth itu. Dan Kami tidak mendapati di negeri itu, kecuali sebuah rumah dari orang-orang yang berserah diri." (Adz-Dzariyat: 35-36). Ini istitsna muttashil (pengecualian yang bersambung), karena antara syarat dan yang disyaratkan bersambung. Karenanya, Allah menyebut shalat sebagai iman, sebagaimana firmanNya, "Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu." (Al-Baqarah: 143). Allah SWT berfirman, "Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah al-Kitab (al-Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu." (Asy-Syura: 52). Maksud iman dalam kedua ayat tersebut adalah shalat. Sabdanya SAW, "Dan beriman kepada qadar, baik dan buruknya." Qadar dengan memfathah dal dan mensukunkannya adalah dua logat. Madzhab ahlul haq (golongan yang berada di atas kebenaran) ialah menetapkan qadar. Artinya, Allah SWT menentukan segala sesuatu di masa lampau, dan Dia mengetahui bahwa semua itu akan terjadi pada waktu-waktu yang telah ditentukan di sisiNya, dan di tempat-tempat yang telah ditentukannya. Semua itu terjadi sesuai apa yang ditakdirkan Allah. Ketahuilah, takdir itu ada empat macam: Pertama, takdir dalam ilmu. Karenanya, dikatakan, inayah (perhatian) itu sebelum wilayah (kecintaan), kebahagiaan sebelum kelahiran, masa mendatang dibangun di atas masa lampau. Allah SWT berfirman, "Dipalingkan darinya (Rasul dan al-Qur'an) orang yang dipalingkan." (Adz-Dzariyat: 9). Yakni, dipalingkan dari mendengarkan al-Qur'an dan beriman kepadanya di dunia, siapa yang telah dipalingkan darinya di masa azali. Rasulullah SAW bersabda, "Tidak binasa di hadapan Allah, kecuali orang yang binasa." Yakni, orang yang telah dicatat dalam ilmu Allah bahwa ia akan binasa. Kedua, takdir yang tercatat di Lauhul Mahfuzh. Takdir ini bisa berubah. Allah SWT berfirman, "Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan disisiNya-lah terdapat Ummul-Kitab (La-uhul Mahfuzh)." (Ar-Ra'd: 39). Dari Ibnu Umar RA bahwa ia mengatakan dalam doanya, "Ya Allah, jika Engkau menetapkanku sebagai orang yang celaka, maka hapuskanlah, dan catatlah aku sebagai orang yang bahagia." Ketiga, takdir di dalam rahim, yaitu bahwa malaikat diperin-tahkan supaya menulis: rizkinya, ajalnya, amalnya, celaka atau ba-hagia. Keempat, takdir, yaitu dibawanya berbagai ketentuan kepada waktu-waktu yang ditentukan. Allah menciptakan kebaikan dan keburukan, serta menentukan kedatangannya kepada hamba pada waktu-waktu yang sudah ditentukan. Dalil bahwa Allah menciptakan kebaikan dan keburukan ialah firmanNya, "Sesungguhnya orang-orang yang berdosa berada dalam kesesatan (di dunia) dan dalam neraka. (Ingatlah) pada hari mereka diseret ke neraka atas muka mereka.(Dikatakan kepada mereka), 'Rasakanlah sentuhan api neraka.' Sesungguhnya Kami menciptakan segala se-suatu menurut ukuran." (Al-Qamar: 47-49). Ayat ini turun berkenaan dengan Qadariyah, dikatakan kepada mereka akan hal itu di neraka Jahannam. Dia berfirman, "Katakanlah, 'Aku berlindung kepada Rabb yang menguasai shubuh, dari kejahatan makhlukNya'." (Al-Falaq: 1-2). Bagian ini, jika hamba mendapatkan kemurahan dari Allah, maka ia dipalingkan darinya sebelum sampai kepadanya. Dalam hadits disebutkan,
إِنَّ الصَّدَقَة وَصِلَةَ الرَّحِمِ تَدْفَعُ مِيْتَةَ السُّوْءِ وَتُقَلِّبُهُ سَعَادَةً.

"Sedekah dan silaturrahim dapat menolak kematian yang buruk, dan membalikkannya menjadi kebahagiaan."III Dalam hadits lainnya, إ
ِنَّ الدُّعَاءَ وَاْلبَلاَءَ بَيْنَ السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ يَقْتَتِلاَنِ، وَيَدْفَعُ الدُّعَاءُ اْلبَلاَءَ قَبْلَ أَنْ يَنْزِلَ.

"Sesungguhnya doa dan bala' berada di antara langit dan bumi da-lam keadaan saling berperang, dan doa menolak bala' sebelum turun (ke bumi)."IV Qadariyah menyangka bahwa Allah tidak menentukan segala sesuatu di masa dahulu, ilmuNya tidak mendahuluinya, dan bahwa segala sesuatu itu bersifat spontanitas. Dia hanya mengetahuinya se-telah terjadinya. Mereka berdusta terhadap Allah SWT lewat pernyataan-pernyataan mereka yang dusta. Mahasuci Allah, Mahatinggi lagi Mahabesar. Mereka sudah sirna, dan Qadariyah di masa-masa be-lakangan mulai berpendapat bahwa kebaikan berasal dari Allah, sedangkan keburukan berasal dari selainNya. Mahasuci Allah dari ucapan-ucapan mereka. Shahih dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda,
القَدَرِيَّةُ مَجُوْسُ هذِهِ اْلأُمَّةِ.

"Qadariyah adalah Majusi umat ini."V Beliau menyebut mereka sebagai Majusi karena madzhab me-reka menyamai madzhab Majusi. Tsanawiyyah (sekte Majusi) menyang-ka bahwa kebaikan itu berasal dari perbuatan cahaya dan keburukan berasal dari perbuatan kegelapan, sehingga mereka menjadi tsana-wiyyah (kaum yang memiliki dualisme keyakinan). Demikian pula Qadariyah menisbatkan kebaikan kepada Allah dan keburukan kepada selainNya, padahal Dialah yang menciptakan kebaikan dan keburukan. Imam al-Haramain berkata dalam kitab al-Irsyad, "Seba-gian Qadariyah mengatakan, 'Kami bukan Qadariyah, tetapi ka-lianlah yang Qadariyah, karena kalian mengimani hadits tentang qadar.' Sebagai jawaban atas kaum bodoh semacam mereka, bahwa mereka menisbatkan qadar kepada diri mereka. Siapa yang mengklaim keburukan untuk dirinya dan menisbatkannya kepadanya, lebih utama daripada pihak yang menisbatkan kepada selainnya dan menafikan dari dirinya.VI Sabdanya,
فَأَخْبِرْنيِ عَنِ اْلإِحْسَانِ، قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ.
[]p"Kabarkan kepadaku tentang ihsan, beliau menjawab, 'Kamu me-nyembah Allah seolah-olah kamu melihatnya'."VII Ini maqam musyahadah. Karena orang yang ditakdirkan dapat menyaksikan al-Malik (Allah, Raja), ia malu berpaling kepada selainNya dalam shalat, dan menyibukkan hatinya dengan selainNya. Maqam (kedudukan) ihsan adalah maqam shiddiqin. Isyarat mengenai hal itu telah disebutkan dalam hadits pertama. Sabdanya, "Sesungguhnya Dia melihatmu" dalam keadaan lalai, ketika kamu lalai dalam shalat dan dirimu berkata-kata di dalamnya. Sabdanya,
فَأَخْبِرْنيِ عَنِ السَّاعَةِ، فَقَالَ: مَاْلمَسْئُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ.

"Kabarkan kepadaku tentang Kiamat.' Beliau menjawab, 'Orang yang ditanya tentang Kiamat tidak lebih tahu dibandingkan orang yang bertanya'." Jawaban ini menunjukkan bahwa beliau tidak tahu kapan kia-mat terjadi, tetapi pengetahuan tentang Kiamat itu hanya menjadi hak prerogatif Allah SWT. Mengenai hal itu, Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya Allah, hanya pada sisiNya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat." (Luqman: 34). Dia berfirman, "Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba." (Al-A'raf: 187). Dia berfirman, "Dan tahukah kamu (hai Muhammad), boleh jadi hari berbangkit itu sudah dekat waktunya." (Al-Ahzab: 63). Barangsiapa mengklaim bahwa usia dunia adalah 70 ribu tahun, dan masih tersisa 63 tahun, maka ini ucapan batil. Ini dituturkan oleh ath-Thaukhi dalam Asbab at-Tanzil dari sebagian ahli nujum dan ahli hisab. Siapa yang mengklaim bahwa umur dunia adalah tujuh ribu tahun, maka ini meramal perkara ghaib dan tidak halal meyakininya. Sabda beliau,
فَأَخْبِرْنيِ عَنْ أَمَارَاتِهَا، قَالَ: أَنْ تَلِدَ اْلأَمَةُ رَبَّتَهَا.

"Sampaikan kepadaku tentang tanda-tandanya." Beliau bersabda, "Bila sahaya wanita melahirkan tuannya." Amar dan amarah, dengan menetapkan ta' dan membuangnya, adalah dua logat. Diriwayatkan: rabbaha dan rabbataha. Mayoritas ber-pendapat, ini adalah pengkabaran tentang banyaknya wanita gundik, dan anak-anaknya, karena anaknya dari tuannya, berkedudukan sebagai tuannya. Karena harta seseorang menjadi hak anaknya. Konon, maknanya, sahaya wanita melahirkan raja-raja sehingga ibunya menjadi bagian dari rakyatnya. Ada kemungkinan bermakna bahwa seseorang mendapatkan anak dari sahaya wanita lalu men-jualnya. Ketika anak menjadi dewasa, ia membeli ibunya sendiri, dan ini salah satu tanda Kiamat. Sabdanya,
وَأَنْ تَرَى اْلحُفَاةَ اْلعُرَاةَ، وَاْلعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ، يَتَطَاوَلُوْنَ فيِ اْلبُنْيَانِ.

"Dan bila kamu melihat mereka yang berjalan tanpa alas kaki, tidak berpakaian, fakir, dan penggembala kambing bermegah-megahan dalam bangunan." Maknanya, bahwa penduduk badui dan sejenis mereka dari kalangan yang sangat membutuhkan lagi fakir meninggikan bangun-an, dan dunia dibentangkan kepada mereka sehingga mereka ber-megah-megahan dalam bangunan.VIII Ucapannya, "Falabitsa maliyyan (kemudian ia masih tercengang)." Dengan fathah tsa' yang berarti ia tidak hadir (orang ketiga hadir). Konon, "Falabitstu maliyyan (kemudian aku masih tercengang). Dengan menambah ta' mutakkallim. Keduanya benar. Maliyyan, dengan tasydid ya', artinya waktu yang panjang. Dalam riwayat Abu Daud dan at-Tirmidzi bahwa ia mengatakan, "setelah tiga hari." Dalam Syarh at-Tanbih karya al-Baghawi bahwa ia mengatakan, "sete-lah tiga hari atau lebih." Zhahirnya, bahwa ini sesudah tiga malam. Tapi zhahir ini menyelisihi pernyataan Abu Hurairah y dalam ha-ditsnya, "Kemudian laki-laki itu pergi, lalu Rasulullah SAW mengatakan, 'Panggil kembali orang itu kepadaku.' Ketika mereka mencoba me-manggil kembali, mereka tidak melihat suatu pun, maka beliau ber-sabda, 'Ini Jibril." Dapat dikompromikan di antara keduanya bahwa Umar y tidak mendengar ucapan Nabi SAW pada saat itu, tetapi ia telah berdiri dari majelis, lalu Nabi SAW mengabarkan kepada para hadirin pada saat itu, dan mengabarkan kepada Umar y setelah tiga hari. Sabdanya,
هذَا جِبْرِيْلُ، أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ أَمْرَ دِيْنِكُمْ.

"Ini Jibril, datang kepada kalian untuk mengajarkan kepada kalian tentang perkara agama kalian." Di dalamnya berisikan dalil bahwa iman, Islam dan Ihsan, se-muanya disebut din (agama). Hadits ini juga berisikan dalil bahwa beriman kepada qadar adalah wajib, tidak larut membicarakan ten-tang berbagai perkara, dan kewajiban ridha terhadap qadha. Seseorang menemui Ibnu Hanbal y lalu mengatakan, "Berikan nasihat kepadaku." Maka dia mengatakan, "Jika Allah SWT telah men-jamin rizki, mengapa kamu bersedih? Jika ganti yang diberikan Allah itu nyata, untuk apa bakhil? Jika surga itu nyata, untuk apa bersantai? Jika neraka adalah nyata, untuk apa bermaksiat? Jika pertanyaan Mun-kar dan Nakir adalah nyata, untuk apa bersenang-senang? Jika dunia itu fana, untuk apa ketentraman? Jika hisab itu nyata, untuk apa mengumpul-ngumpulkan harta? Jika segala sesuatu ada qadha dan qadarnya, untuk apa takut?" Faedah: Penulis Maqamat al-Ulama' menyebutkan bahwa dunia itu terbagi menjadi 25 bagian, lima dengan qadha dan qadar, lima dengan ijtihad, lima dengan kebiasaan, lima dengan jauhar (esensi), dan lima dengan pewarisan. Adapun lima yang berkenaan dengan qadha dan qadar ialah: rizki, anak, istri, kekuasaan, dan umur. Lima yang berkenaan dengan ijtihad (kesungguhan) ialah: surga, neraka, iffah (memelihara diri), keperwiraan, dan perjanjian pembe-basan budak. Lima yang berkenaan dengan kebiasaan ialah: makan, tidur, berjalan, nikah, dan buang hajat. Lima yang berkenaan dengan esensi ialah: zuhud, zakat, berkor-ban, keindahan, dan kewibawaan. Dan lima yang berkenaan dengan pewarisan ialah: kebaikan, komunikasi, per-musuhan, kejujuran, dan amanat. Ini semua tidak menafikan sabda Nabi SAW, "Segala sesuatu dengan qadha dan qadar."IX Tetapi, maknanya, bahwa sebagian dari hal ini terjadi karena sebab, dan sebagiannya terjadi dengan tanpa sebab. Tapi semuanya dengan qadha dan qadar. CATATAN KAKI: I HR. Muslim, no. 8. Hadits yang semakna diriwayatkan dalam Shahihain dari hadits Abu Hurairah RA, yang diriwayatkan al-Bukhari, no. 50; dan Muslim, no. 9. Al-Qurthubi 5 mengatakan, "Hadits ini patut disebut sebagai induk Sunnah, karena berisikan ilmu Sunnah secara umum." Al-Qadhi Iyadh 5 mengatakan, "Hadits ini mencakup semua tugas-tugas ibadah yang zhahir dan yang batin berupa keyakinan iman, dahulu, kini, dan kelak, amalan-amalan anggota ba-dan, keikhlasan hati, dan memelihara dari amalan-amalan yang buruk. Bahkan, ilmu-ilmu syariat semuanya merujuk kepadanya dan bercabang darinya." Lihat, Fathul Bari, 1/ 152). II Imam Ahmad pernah ditanya tentang qadar, maka ia menjawab, "Qadar ialah qudrah ar-Rahman (kekuasaan Yang Maha Pengasih)." Ibnu al-Qayyim 5 mengatakan dalam al-Kafiyah:
فَحَقِيْقَةُ اْلقَدَرِ الَّذِي حَـارَ اْلوَرَى فيِ شَأْنِهِ هُـوَ قُدْرَةُ الرَّحْمنِ وَاسْتَحْسَنَ ابْنُ عُقَيْلٍ ذَا مَنْ أَحْمَدَ لَمَّا حَكَاهُ عَنِ الرِّضَى الرَّبَّانِي

Hakikat qadar yang berlaku bagi makhluk dalam segala urusannya Ialah qudrah ar-Rahman (kekuasaan Yang Maha Pengasih) Ibnu Uqail membenarkan hal itu berasal dari Ahmad Ketika menuturkannya tentang ridha Rabbani Iman kepada qadar itu meliputi empat tingkatan, yaitu: Pertama, iman kepada ilmu Allah yang qadim dan bahwa Dia mengetahui segala perbuatan para hamba sebelum mereka melakukannya. Kedua, pencatatan (penetapan) hal itu dalam al-Lauh al-Mahfuzh. Ketiga, masyi'ah (kehendak) Allah yang (pasti) terlaksana dan kekuasaanNya yang meliputi segalanya. Keempat, Allah menciptakan segala ciptaan. Dia Khaliq dan segala selain adalah makhluk. Lihat, syarah Syaikh Ibnu Utsaimin pada lembar-lembar berikutnya. III Saya tidak menjumpai hadits dengan lafal demikian, tetapi at-Tirmidzi meriwayatkan (no. 664) sebuah ha-dits yang senada dengannya, dengan lafal: "Sedekah itu sungguh akan memadamkan kemurkaan Rabb dan menolak kematian yang buruk." Dan, ia menilainya sebagai hadits hasan gharib. IV HR. al-Hakim, 1/ 669; ath-Thabrani dalam al-Ausath, 3/ 66; al-Qudha'i dalam Musnad asy-Syihab, 2/ 48, dengan lafal yang mirip dengan apa yang disebutkan pengarang. V Hadits hasan: Abu Daud, no. 4691; al-Hakim, 1/ 159; dan dari jalurnya al-Baihaqi meriwayatkannya, 10/ 203; dan dihasankan al-Albani dalam Shahih al-Jami', no. 4442. VI Pengarang mengatakan dalam syarahnya atas Shahih Muslim: Abu Muhammad bin Qutaibah menceritakan dalam kitabnya, Gharib al-Hadits, dan Abu al-Ma'ali Imam al-Haramain dalam kitabnya, al-Irsyad fi Ushul ad-Din, bahwa Sebagian Qadariyah mengatakan, "Kami bukan Qadariyah, tetapi kalianlah yang Qadariyah, karena kalian meyakini ketetapan tentang qadar." Ibnu Qutaibah dan Imam al-Haraimain mengatakan, "Ini penilaian yang salah dari kaum bodoh semacam mereka, kebohongan, dan tebal muka mereka. Sebab ahlul haq menyerahkan segala urusan mereka kepada Allah SWT, dan menisbatkan qadar serta perbuatan kepada Allah SWT. Sementara kaum yang bodoh semacam mereka menisbatkannya kepada diri mereka. Dan orang yang mengklaim sesuatu kepada dirinya dan menisbatkannya kepada dirinya, lebih layak dinisbatkan kepadanya daripada pihak yang meyakininya (dengan menisbatkannya) kepada selainnya, dan menafikan dari dirinya …" (Syarh an-Nawawi, 1/ 154). VII Pengarang 5 mengatakan dalam syarahnya atas Shahih Muslim, "Ini merupakan salah satu dari Jawami' al-Kalim yang diberikan kepada Nabi SAW. Karena seandainya kita mampu bahwa salah seorang dari kita beribadah dalam keadaan melihat Rabbnya q, niscaya ia tidak meninggalkan apa dimampuinya, berupa ketundukan, kekhusyu'an, bersikap baik, mengkonsentrasikan zhahir dan batinnya karena berusaha menyempurnakannya sebaik mungkin, melainkan melakukannya. Oleh karena itu, Nabi SAW bersabda, "Sembahlah Allah dalam segala ihwalmu sebagaimana kamu menyembah dalam keadaan melihat." (Syarah an-Nawawi, 1/ 157, 158). VIII Ini lafal pengarang dalam syarahnya atas Shahih Muslim, 1/ 159 IX HR. ath-Thabrani dalam al-Ausath, 6/ 147. Al-Haitsami mengatakan dalam al-Majma', 7/ 208, "Dalam sanadnya terdapat sejumlah perawi yang tidak saya kenali."
Penjelasan ISLAM, IMAN Dan IHSAN (2-3)II. Imam Ibnu Daqiq berkata: Ini adalah hadits agung yang mencakup semua tugas amalan zhahir dan batin. Ilmu-ilmu syariat semuanya merujuk kepadanya dan bercabang darinya, karena hadits ini, meskipun ringkas, berisi-kan ilmu Sunnah. Ia sebagai induk Sunnah, sebagaimana al-Fatihah disebut Ummul Qur'an (Induk al-Qur'an) karena, meskipun ringkas, berisikan makna-makna al-Qur'an. Hadits ini berisikan dalil agar memperbagus pakaian, penampil-an dan kebersihan ketika menemui ulama, fudhala' dan raja (pemimpin). Karena Jibril datang untuk mengajarkan kepada manusia dengan penampilan dan perkataannya. Ucapannya, "La yura 'alaihi atsarus safar (Tidak terlihat padanya bekas perjalanan jauh)." Yang masyhur ialah didhammahkan ya'-nya (yura) dari kata yara (kata kerja aktif), karena fa'il (subyek)nya tidak disebutkan. Sebagian perawi meriwayatkan dengan nun yang difathah (nara) . Keduanya shahih. Ucapannya, "Dan meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua paha beliau seraya mengatakan, 'Wahai Muhammad." Demikianlah yang masyhur lagi shahih. An-Nasa'i meriwayatkan yang semakna dengan-nya, dengan redaksi, "lalu dia meletakkan kedua tangannya di atas kedua lutut Nabi SAW." ( HR. an-Nasa'i 8/101) Sehingga hilanglah kemungkinan makna yang terda-pat dalam lafal kitab Muslim, karena ia mengatakan di dalamnya, "Lalu dia meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua pahanya (sendiri)." Ini mengandung beberapa kemungkinan (penafsiran). Dapat dipetik dari hadits ini bahwa Islam dan Iman adalah dua hakikat yang berbeda, baik secara bahasa maupun syariat. Inilah asal tentang istilah-istilah yang berbeda. Terkadang syariat memperluas (definisi) keduanya, sehingga definisi salah satunya mencakup yang lain karena melampaui batas. (X) Pernyataannya, "Kami heran kepadanya, ia bertanya kepadanya dan membenarkannya." Mereka hanyalah heran akan hal itu, karena ajaran yang dibawa Nabi SAW tidak diketahui kecuali dari pihaknya. Sementara penanya ini bukan termasuk orang yang dikenal pernah berjumpa Nabi SAW, atau mendengarkannya. Kemudian ia bertanya layaknya pertanyaan seorang yang mengerti, meneliti dan membenar-kan sehingga mereka heran terhadap hal itu. Pernyataannya, "Kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya dan kitab-kitabNya." Iman kepada Allah ialah mempercayai bahwa Dia itu maujud (Ada) yang disifati dengan sifat-sifat keagungan dan kesempurnaan, yang suci dari sifat-sifat kekurangan. Ia Maha Esa, Mahabenar, Tempat bergantung para makhluk, tunggal, Pencipta segala makhluk, Yang melakukan segala yang dikehendakiNya, dan mengerjakan dalam kerajaanNya apa yang dikehendakiNya. Iman kepada para malaikat ialah mempercayai bahwa mereka adalah hamba-hamba yang dimuliakan, mereka tidak lancang kepa-danya dengan ucapan dan mereka mengerjakan perintahNya. Iman kepada para rasul Allah, ialah bahwa mereka itu benar dalam apa yang mereka sampaikan dari Allah SWT yang meneguhkan mereka dengan mukjizat-mukjizat yang menunjukkan atas kebenaran mereka. Para rasul menyampaikan risalah dari Allah, dan menjelas-kan kepada para mukallaf apa yang Allah perintahkan kepada mere-ka. Wajib menghormati mereka dan tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka. Iman kepada Hari Akhir ialah mempercayai Hari Akhir dan segala cakupannya, yaitu dihidupkan kembali setelah mati, hasyr (pengumpulan), nasyr (pengusiran), hisab, mizan, shirath, surga dan neraka; keduanya adalah negeri pahala dan balasanNya bagi orang-orang yang berbuat kebajikan dan orang-orang yang berbuat kebu-rukan, serta selainnya dari hal-hal disebutkan dalam riwayat yang shahih. Iman kepada takdir ialah mempercayai apa yang telah dising-gung sebelumnya. Wal hasil ialah apa yang ditunjukkan oleh firman Allah SWT, "Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu." (Ash-Shaffat: 96). Dan, firmanNya, "Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran." (Al-Qamar: 49). Dan sejenisnya, di antaranya, sabda Nabi SAW dalam hadits Ibnu Abbas,
وَاعْلَمْ أَنَّ اْلأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعُوْا عَلَى أَنْ يَنْفَعُوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ، وَلَوِ اجْتَمَعُوْا عَلَى أَنْ يَضُرُّوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ اْلأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ.

"Ketahuilah bahwa umat seandainya berkumpul untuk memberi sua-tu manfaat kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yang telah ditetapkan Allah untukmu. Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk memberi suatu kemudharatan kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi kemu-dharatan kepadamu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering." Madzhab salaf dan para imam khalaf menyatakan bahwa siapa yang mempercayai hal-hal tersebut dengan kepercayaan kuat yang tiada keraguan di dalamnya, maka ia mukmin yang sesungguhnya, baik hal itu dari bukti-bukti yang pasti atau keyakinan-keyakinan yang kuat. Pernyataannya tentang ihsan, "Kamu menyembah Allah seolah-olah kamu melihatNya…" dan seterusnya, konklusinya merujuk ke-pada kemantapan ibadah, memelihara hak-hak Allah, merasakan pengawasanNya, dan merasakan kebesaran serta keagunganNya pada saat beribadah. Sabdanya, "Sampaikan kepadaku tentang tanda-tandanya (amarah)." Kata "amarah", dengan memfathah hamzah, bermakna tanda. Sedang-kan al-'Amah bermakna wanita sahaya yang melahirkan anak, rab-bataha ialah majikannya. Disebutkan dalam sebuah riwayat, ba'laha (suaminya). Diriwayatkan bahwa seorang Arab badui ditanya ten-tang unta ini, maka ia menjawab, "Ana ba'luha (aku pemiliknya)." Suami juga disebut ba'l. Dalam hadits ini dikemukakan dalam bentuk mu'annats (rabbataha) . Diperselisihkan mengenai sabdanya, "Bila hamba sahaya melahirkan tuannya." Konon, maksudnya ialah bahwa kaum muslimin akan menguasai negeri-negeri kafir sehingga banyak terjadi praktek pergundikan. Akibatnya, anak wanita sahaya dari tuannya berkedudukan sebagai tuannya pula karena ia menjadi mulia dengan ayahnya. Berdasarkan hal ini, maka perkara yang menjadi salah satu tanda hari Kiamat ialah penguasaan kaum muslimin atas kaum musy-rikin, banyak penaklukan, dan banyak pergundikan. Konon, maknanya, bahwa ihwal manusia menjadi rusak sehing-ga seorang tuan menjual ibu-ibu dari anak-anak mereka. Mereka silih berganti di tangan-tangan para pembeli. Bisa jadi sahaya wanita tersebut dibeli oleh anaknya sendiri dan ia tidak menyadari hal itu. Atas dasar ini, yang menjadi salah satu tanda hari Kiamat ialah ke-bodohan yang merajalela tentang haramnya menjual mereka. Ada juga yang berpendapat bahwa maksud hadits tersebut adalah banyak-nya anak yang durhaka, banyak anak yang menghina dan mencela ibunya sebagaimana seorang budak. Kata 'Alah, dengan takhfif lam, ialah jama' dari A'il, yaitu orang yang fakir. Dalam hadits ini dimakruhkan, meninggikan bangunan selagi tidak ada hajat yang mendorongnya. Diriwayatkan dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda,
يُؤْجَرُ ابْنُ آدَمَ فيِ كُلِّ شَيْءٍ إِلاَّ مَا وَضَعَهُ فيِ هذَا التُّرَابِ.

"Manusia diberi pahala dalam segala sesuatu, kecuali apa yang di-letakkannya di tanah ini." ( HR. al-Bukhari, no. 5672, dari Khabbab bin al-Art ) Sabdanya, "Dan penggembala kambing." Beliau hanya menyebut penggembala kambing secara khusus, karena mereka adalah pendu-duk gurun yang paling lemah. Artinya, kendatipun mereka lemah dan jauh dari kemungkinan mampu membangun gedung yang me-gah. Berbeda dengan pemilik unta, karena mereka pada umumnya bukan kaum fakir. Ucapannya, "Falabitstu maliyyan (maka aku masih tercengang)." Diriwayatkan dengan ta', yang berarti, Umar tercengang. Diriwayatkan pula dengan falabitsa, dengan tanpa ta', yang artinya, Nabi bangkit setelah kepergiannya. Keduanya shahih maknanya. Maliyyan, dengan tasydid ya', artinya waktu yang lama, yaitu tiga hari. Demikian diterangkan dalam riwayat Abu Daud dan selainnya. Sabdanya, "Ia datang kepada kalian untuk mengajarkan kepada ka-lian tentang agama kalian." Yakni, kaidah-kaidah agama kalian atau prinsip umum agama kalian. Ini dinyatakan oleh Syaikh Muhyiddin dalam penjelasannya untuk hadits ini dalam Syarah Shahih Muslim. Perkara terpenting yang disebutkan dalam hadits ini ialah pen-jelasan Islam, Iman dan Ihsan, serta kewajiban mengimani qadar Allah SWT. Ia menyebutkan mengenai penjelasan Islam dan iman se-cara panjang lebar, dan menyebutkan di dalamnya berbagai pendapat segolongan ulama. Di antaranya apa yang dituturkan oleh Imam Abul Husain yang dikenal dengan Ibnu Baththal al-Maliki, bahwa ia me-ngatakan, "Madzhab segolongan Ahlus Sunnah dari salaful ummah dan khalafnya bahwa iman itu ucapan dan perbuatan, bisa bertambah dan berkurang, berdasarkan dalil firman Allah, "Supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada)." (Al-Fath: 4)." Dan ayat-ayat sejenisnya. Sebagian ulama mengatakan, tashdiq sendiri tidak bertambah dan berkurang, sedangkan iman syar'i bertambah dan berkurang dengan bertambah dan berkurangnya buah-buahnya yaitu amalan-amalan. Mereka mengatakan, dalam hal ini ada kesesuaian antara zhahir nas-nas yang menyebutkan bertambah dengan asal maknanya menurut bahasa. Inilah yang dikatakan oleh mereka. Meskipun itulah yang jelas, tetapi yang paling jelas -wallahu a'lam- bahwa tashdiq itu sendiri dapat bertambah dengan banyaknya mengkaji, karena dalil-dalil yang nyata. Karenanya, keimanan shid-diqin itu lebih kuat daripada selain mereka, di mana mereka tidak tertipu oleh syubhat dan iman mereka tidak goyah dengan suatu rintangan. Tetapi hati mereka masih tetap lapang lagi bercahaya, mes-kipun ihwal mereka berubah-ubah. Adapun selain mereka, seperti muallaf dan yang mendekati mereka, maka mereka tidak seperti itu. Dan ini tidak bisa dipungkiri. Tidak diragukan mengenai keyakinan Abu Bakar ash-Shiddiq ra bahwa keyakinannya tidak bisa ditandingi oleh keyakinan seorang manusia pun. Karena itu, al-Bukhari menga-takan dalam Shahihnya, "Ibnu Abi Mulaikah mengatakan, 'Aku menge-tahui 30 orang sahabat Rasulullah SAW, semuanya mengkhawatirkan nifak atas dirinya. Tidak ada seorang pun dari mereka yang mengata-kan bahwa keimanannya seperti keimanan Jibril as dan Mikail as."(XI) Adapun penyebutan nama iman secara mutlak atas amalan-amalan, maka ini disepakati oleh ahli kebenaran, dan dalilnya terlalu banyak untuk disebut satu persatu. Allah SWT berfirman, "Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu." (Al-Baqarah: 143). Yakni, tidak menyia-nyiakan shalat kalian. Diceritakan dari Syaikh Abu Amr bin ash-Shalah mengenai sabda Nabi SAW,
اْلإِسْـلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْـمَ الصَّلاَةَ.

"Islam ialah kamu bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat" hingga akhirnya. Kemudian beliau menafsirkan iman dengan sabdanya,
أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ تَعَالىَ وَمَلاَئِكَتِهِ.

"Kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya" hingga akhirnya. Ia mengatakan, "Ini penjelasan tentang pokok keimanan, yaitu keyakinan hati, dan penjelasan tentang pokok Islam, yaitu kepasrahan dan kepatuhan secara zhahir. Beliau menghukumi Islam secara zhahir, tampak dalam dua syahadat. Beliau hanyalah menghubungkan shalat, zakat, puasa dan haji kepadanya, karena semua itu adalah syiar-syiar Islam yang paling nyata dan paling besar. Dengan men-dirikannya maka menjadi sahlah kepasrahan seseorang. Kemudian istilah iman itu mencakup semua tafsiran Islam da-lam hadits ini dan semua ketaatan, karena semua itu merupakan buah-buah keyakinan batin yang menjadi pokok keimanan. Karena itu, nama mukmin secara mutlak tidak diberikan kepada orang yang melakukan dosa besar atau meninggalkan kefardhuan; karena nama sesuatu secara mutlak diberikan kepada yang sempurna darinya, dan tidak dipergunakan untuk yang tidak sempurna kecuali dengan niat. Demikian pula boleh menafikan keimanan darinya, sebagaimana dalam sabdanya,
لاَ يَزْنيِ الزَّانِي حِيْنَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلاَ يَسْرِقُ السَّارِقُ حِيْنَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ.

"Tidaklah pezina berzina ketika berzina dalam keadaan beriman, dan tidak pula pencuri mencuri ketika mencuri dalam keadaan beriman." ( Muttafaq 'alaih: al-Bukhari, no. 2475; dan Muslim, no. 57) Istilah Islam mencakup juga pokok keimanan, yaitu keyakinan batin, dan mencakup prinsip ketaatan. Sebab, itu semua adalah is-tislam (kepasrahan). Tapi ia keluar berdasarkan apa yang kami sebutkan bahwa iman dan Islam itu berkumpul dan berpisah, serta bahwasanya setiap mukmin itu muslim dan tidak semua muslim itu mukmin. Tahqiq ini sudah cukup, dengan taufiq Allah, berikut nash-nash al-Qur'an dan Sunnah yang menyebutkan tentang iman dan Islam yang kerap kali banyak kalangan mengalami kekeliruan. Apa yang kami tahqiq dari hal itu selaras dengan madzhab jumhur ulama dari ahli hadits dan selainnya. Wallahu a'lam. CATATAN KAKI: X Al-Hafizh Ibnu Katsir 5 mengatakan—ketika menafsirkan firman Allah SWT, "Orang-orang Arab badui mengatakan, 'Kami beriman"—, "Bisa dipetik dari ayat ini bahwa iman itu lebih khusus daripada Islam, sebagaimana pendapat Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Ini ditunjukkan oleh hadits Jibril j ketika bertanya tentang Islam, kemudian tentang iman, kemudian tentang ihsan. Jadi, naik dari yang lebih umum kepada yang lebih khusus, kepada yang lebih khusus lagi." Tafsir Ibnu Katsir (4/220) XI Diriwayatkan oleh al-Bukhari secara mu'allaq dalam kitab Iman, Bab Khauf al-Mu'min 'an Yahbatha 'Ama-luhu wa Huwa laa Yasy'ur.
III. Syaikh Ibnu Utsaimin berkata: Ada sejumlah faedah yang bisa dipetik dari hadits ini, di antaranya: 1. Di antara perilaku Nabi SAW ialah bergaul dengan para sahabatnya. Perilaku ini menunjukkan atas baiknya akhlak Nabi SAW. 2. Manusia itu semestinya berinteraksi dengan orang lain dan ber-gaul, serta tidak menghindar dari mereka. 3. Bergaul bersama orang lain itu lebih utama daripada menyendiri (uzlah), selagi seseorang tidak mengkhawatirkan atas agamanya. Jika ia mengkhawatirkan atas agamanya, maka menyendiri itu lebih utama, berdasarkan sabda Nabi SAW,
يُوْشِكُ أَنْ يَكُوْنَ خَيْرَ مَالِ الرَّجُلِ غَنَمٌ يَتْبَعُ بِهَا شَعَفَ اْلجِبَالِ وَمَوَاقِعَ اْلقَطْرِ.

"Nyaris sebaik-baik harta seseorang adalah kambing yang diikutinya hingga ke puncak bukit dan tempat-tempat yang mendapat hujan."( HR. al-Bukhari, no. 19, 2300, 3600, 7088) 4. Malaikat bisa menampakkan wujudnya kepada manusia dalam rupa manusia, karena Jibril j muncul di hadapan para sahabat dalam kriteria yang disebutkan dalam hadits: seorang pria yang sangat hitam rambutnya, sangat putih pakaiannya, tidak terlihat bekas bepergian jauh padanya, dan tidak ada seorang pun dari para sahabat yang mengenalnya. 5. Etika anak didik harus baik di hadapan pendidiknya, di mana Jibril AS duduk sedemikian rupa di hadapan Nabi SAW yang menunjukkan atas etika, menyimak, dan siap untuk menerima segala yang disampaikan kepadanya. "Kemudian ia menyandarkan kedua lututnya pada kedua lutut beliau, serta meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua pahanya." 6. Boleh memanggil Nabi dengan namanya, berdasarkan ucapan Jibril, "Wahai Muhammad." Ini mengandung kemungkinan bahwa ini sebelum adanya larangan, yakni larangan Allah terhadap hal itu dalam firmanNya, "Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain)." An-Nur: 63). Ini menurut salah satu dari dua penafsiran. Bisa mengandung kemungkinan lain bahwa ini berlaku menurut kebiasaan kaum Arab badui yang datang kepada Rasul SAW lalu memanggilnya dengan namanya, "Wahai Muhammad." Inilah yang lebih mendekati, karena yang pertama memerlukan sejarah. 7. Seseorang boleh bertanya tentang apa yang diketahuinya dengan tujuan untuk memberitahu siapa yang belum tahu. Karena Jibril mengetahui jawabnya, berdasarkan ucapannya, "Kamu benar." Tetapi jika penanya bermaksud agar orang-orang yang berada di sekitar penjawab bisa mengetahui, maka itu termasuk mengajarkan kepada mereka. 8. Orang yang menjadi sebab tidak ubahnya sebagai pelaku secara langsung, jika keberlangsungan tersebut berdasarkan pada sebab, berdasarkan sabda Nabi SAW, "Ini Jibril datang kepada kalian untuk mengajarkan kepada kalian tentang agama kalian." Padahal orang yang mengajarkan adalah Rasulullah SAW. Tetapi karena Jibril ada-lah sebab, karena pertanyaannya, maka Rasulullah SAW menilainya sebagai pengajar. 9. Penjelasan bahwa Islam memiliki lima rukun, karena Nabi SAW menjawab demikian dengan sabdanya,
الإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ a، وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ اْلبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً.
"Islam ialah kamu bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan, dan menunaikan haji ke Baitullah jika kamu mampu." 10. Setiap orang harus bersaksi dengan lisannya serta meyakininya dengan hatinya bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah ([i/]la ilaha illallah). Makna la ilaha ialah tiada sembahan yang hak kecuali Allah. Jadi, anda bersaksi dengan lisan anda serta meyakininya dengan hati anda bahwa tiada yang berhak disem-bah dari kalangan makhluk, baik nabi, wali, orang-orang shalih, pohon, batu dan selainnya, kecuali Allah, serta segala yang di-sembah dari selain Allah adalah batil, berdasarkan firmanNya, "(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Rabb) yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah yang Mahatinggi lagi Mahabesar." (Al-Hajj: 62). 11. Agama ini tidak sempurna kecuali dengan persaksian bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Ia adalah Muhammad bin Abdillah al-Qurasyi al-Hasyimi. Siapa yang ingin mengetahui dengan sempurna tentang Rasul yang mulia ini, silakan mem-baca al-Qur'an, Sunnah dan kitab-kitab sejarah yang mudah. 12. Rasulullah SAW menghimpun persaksian bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah dalam satu rukun. Itu mengingat karena peribadatan tidak sempurna kecuali dengan dua perkara: ikhlas karena Allah, dan inilah yang dicakup dalam persaksian bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, serta mengikuti (mutaba'ah) Rasulullah SAW, dan inilah yang dicakup dalam persaksian bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Karena itu, Nabi SAW menjadikan keduanya sebagai satu rukun dalam hadits Ibnu Umar, di mana beliau bersabda,
بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ….

"Islam dibangun di atas lima perkara: persaksian bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat…." Dan seterusnya. 13. Keislaman hamba tidak sempurna hingga mendirikan shalat. Mendirikan shalat ialah melaksanakannya dengan istiqamah sesuai tuntunan syariat. Untuk menegakkan shalat ialah mendirikan kewajiban dan mendirikan kesempurnaan. Kewajiban itu membatasi pada apa yang minimal diwajibkan di dalamnya, sedangkan kesempurnaan ialah mengerjakan hal-hal yang dapat menyempurnakannya menurut apa yang sudah dikenal dalam al-Qur'an, Sunnah dan pendapat-pendapat ulama. 14. Islam tidak sempurna kecuali dengan menunaikan zakat. Zakat ialah harta yang diwajibkan (diambil) dari harta-harta zakat, dan ditunaikan, yaitu diberikan kepada orang yang berhak menerima-nya. Allah telah menjelaskan hal itu dalam surat at-Taubah dalam firmanNya,"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para Mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Biajaksana." (At-Taubah: 60). Puasa Ramadhan ialah beribadah kepada Allah SWT dengan me-nahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Ramadhan ialah bulan antara Sya'ban dan Syawal. Adapun haji ke Baitullah ialah bersengaja ke Makkah untuk menunaikan manasik haji, dan terikat dengan kemampuan, sebagaimana firman Allah SWT, "Bertakwalah kepada Allah menurut kemampuanmu." (at-Taghabun: 16). Salah satu kaidah yang ditetapkan oleh para ulama , "Bahwa tiada kewajiban dengan adanya ketidakmampuan dan tiada keharaman dengan adanya dharurat." 15. Utusan Allah dari bangsa malaikat menyifati utusan Allah dari bangsa manusia, Muhammad SAW, dengan kebenaran (kejujuran). Jibril benar ketika menyifatinya dengan kebenaran, karena Nabi SAW adalah makluk yang paling benar. 16. Kecerdasan para sahabat di mana (ditunjukkan ketika) mereka kagum bagaimana seorang penanya membenarkan siapa yang ditanya? Pada asalnya penanya itu tidak tahu, dan orang yang ti-dak tahu tidak mungkin menghukumi suatu ucapan sebagai benar atau dusta. Tetapi keheranan ini lenyap ketika Nabi SAW bersabda, "Ini Jibril datang kepada kalian untuk mengajarkan kepada kalian ten-tang agama kalian." 17. Iman itu mencakup enam perkara, yaitu: beriman kepada Allah, para malaikatNya, kitab-kitabNya, RasulNya, Hari Akhir, dan qadha dan qadar, yang baik dan buruknya. 18. Pembedaan antara Islam dan iman. Ini ketika keduanya disebut secara bersamaan. Beliau menafsirkan Islam sebagai amalan-amalan anggota badan, dan iman sebagai amalan-amalan hati. Tetapi ketika disebutkan secara mutlak, maka masing-masing dari keduanya mencakup yang lainnya. Firman Allah, "Dan telah Aku ridhai Islam itu jadi agamamu." (Al-Maidah: 3); dan firmanNya, "Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam." (Ali Imran: 85). Ia mencakup Islam dan iman. Firman Allah SWT, "Dan bahwasanya Allah bersama orang-orang yang beriman." (Al-Anfal: 19). Dan ayat-ayat sejenisnya, mencakup iman dan Islam. Demikian pula firmanNya, "Maka memerdekakan hamba sahaya yang mukmin." (an-Nisa': 92). Mencakup Islam dan iman. Adapun jika keduanya disebutkan secara bersamaan, maka masing-masing dari keduanya ditafsirkan sebagaimana yang ditunjukkan oleh hadits ini. 19. Iman kepada Allah adalah rukun iman terpenting dan teragung. Karena itu, Nabi SAW mendahulukannya, lewat sabdanya, "Kamu beriman kepada Allah." Iman kepada Allah mencakup keimanan kepada eksistensiNya, rububiyahNya, uluhiyahNya, serta Asma' dan sifatNya. Bukan sekedar beriman kepada keberadaanNya, tetapi iman itu harus mencakup empat perkara ini: mengimani eksistensi, rububiyah, uluhiyah, Asma' dan sifatNya. 20. Menetapkan eksistensi malaikat. Malaikat adalah makhluk ghaib yang disifati Allah SWT dengan berbagai sifat dalam al-Qur'an, dan disifati oleh Nabi SAW dalam Sunnah. Cara beriman kepada mereka ialah mengimani nama-nama malaikat yang nama-nama mereka disebutkan. Sedangkan nama-nama malaikat yang tidak disebut-kan, maka kita mengimani mereka secara global. Kita mengimani juga kepada tugas-tugas yang mereka jalankan yang telah kita ketahui dari nash.(XII) Kita juga mengimani sifat-sifat mereka yang dengannya mereka disifati sepanjang yang kita ketahui. Di antaranya, Nabi SAW pernah melihat Jibril AS. yang memiliki 600 sayap yang menutupi ufuk sesuai penciptaan aslinya. Kewajiban kita terhadap malaikat ialah mempercayai mereka dan mencintai mereka, karena mereka adalah hamba-hamba Allah yang melaksanakan perintah-Nya, sebagaimana firmanNya, "Dan malaikat-malaikat yang di sisiNya, mereka tidak mempunyai rasa angkuh untuk menyembahNya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya." (Al-Anbiya': 19-20). 21. Wajib beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada para rasulNya. Allah berfirman, ‏ "Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca (keadilan)." (Al-Hadid: 25). Kita beriman kepada semua kitab yang Allah turunkan kepada para rasulNya, tetapi kita mengimaninya secara global dan kita mempercayai bahwa itu haq. Adapun secara terperinci maka kitab-kitab terdahulu telah mengalami penyimpangan dan pe-rubahan. Tidak mungkin manusia dapat memilah yang haq dari yang batil, dan atas dasar ini maka kita katakan, "Kita beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan Allah secara global. Adapun secara terperinci maka kita khawatir bila itu termasuk perkara yang disimpangkan dan dirubah. Ini dalam hubungannya de-ngan beriman kepada kitab-kitab. Adapun pengamalannya, maka pengamalannya hanyalah dengan apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad a saja. Adapun selainnya, maka telah dihapus dengan syariat ini." 22. Wajib beriman kepada para rasul k.(XIII) Kita beriman bahwa se-mua rasul yang diutus oleh Allah adalah hak. Mereka datang dengan membawa kebenaran, benar dalam apa yang mereka sampaikan, lagi benar dengan apa yang diperintahkannya. Kita beriman kepada mereka secara global berkenaan dengan para rasul yang tidak kita ketahui namanya, dan secara terperinci berkenaan dengan para rasul yang telah kita ketahui namanya. Dia berfirman, "Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu." (Ghafir: 78). Rasul yang telah diceritakan kepada kita dan kita mengetahuinya, maka kita mengimaninya, dan rasul yang tidak diceritakan kepada kita dan kita tidak mengenalnya, maka kita mengimaninya secara global. Para rasul SAW yang pertama adalah Nuh dan yang terakhir ialah Muhammad SAW. Di antara mereka terdapat lima rasul Ulul Azmi yang dihimpun Allah dalam dua ayat dari Kitabullah, sebagaimana firmanNya dalam surat al-Ahzab, "Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri), dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putera Maryam." (Al-Ahzab: 7). Dia berfirman dalam surat asy-Syura,"Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkanNya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wasiatkan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya." (Asy-Syura: 13). 23. Beriman kepada Hari Akhir, dan Hari Akhir ialah hari Kiamat. Disebut Akhir, karena ia akhir etape manusia. Sebab, manusia itu memiliki empat negeri: Negeri pertama, perut ibunya. Negeri kedua, dunia ini. Negeri ketiga, alam Barzakh. Keempat, Hari Akhir, dan tiada negeri sesudahnya, baik menuju ke surga maupun ke neraka. Termasuk beriman kepada hari Akhir, sebagaimana dinyatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ialah, "Segala yang diberitakan oleh Nabi SAW tentang apa yang terjadi setelah kematian. Jadi termasuk di dalamnya ialah apa yang terjadi dalam kubur berupa pertanyaan kepada mayit tentang Tuhannya, agamanya dan Nabinya, serta apa yang terdapat dalam kubur berupa kenikmat-an dan adzab." 24. Wajib beriman kepada qadar yang baik dan buruknya. Yaitu, kita mengimani empat perkara: Pertama, anda beriman bahwa Allah mengetahui segala sesuatu, baik secara global maupun terperinci, sejak dahulu kala dan hingga selama-lamanya. Kedua, anda beriman bahwa Allah mencatat dalam Lauhul Mahfuzh ketentuan-ketentuan segala sesuatu hingga hari Kiamat. Ketiga, anda beriman bahwa segala yang terjadi di alam semesta karena masyi'ah (kehendak) Allah SWT, tiada sesuatu pun yang keluar dari masyi'ahNya. Keempat, anda beriman bahwa Allah menciptakan segala sesuatu. Jadi, segala sesuatu itu ciptaan Allah SWT, baik itu berupa perbuat-anNya yang menjadi kekhususanNya, seperti menurunkan hujan dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, atau berupa perbuatan hamba dan perbuatan para makhluk. Perbuatan para makhluk merupakan ciptaan Allah SWT, karena perbuatan makhluk itu tercipta dari kehendak dan kemampuan, sedangkan kehendak dan kemampuan itu merupakan sifat hamba. Sementara hamba dan sifat-sifatnya adalah ciptaan Allah SWT. Jadi, semua yang terdapat di alam semesta ini berasal dari ciptaan Allah SWT. 25. Allah SAW telah menentukan apa yang terjadi hingga hari Kiamat 50.000 tahun sebelum menciptakan langit dan bumi. Apa yang ditetapkanNya atas manusia tidak akan luput darinya, dan apa yang tidak ditetapkan tidak akan menimpanya. Inilah enam rukun Islam, yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW, dan iman tidak akan sempurna kecuali dengan mengimani keenam perkara tersebut seluruhnya. Kita memohon kepada Allah agar menjadikan kita semua termasuk orang-orang yang mengimani-nya. 26. Penjelasan tentang ihsan, yaitu manusia beribadah kepada Tuhannya dengan peribadatan raghbah wa thalab (menginginkan dan mencari), seolah-olah ia melihatNya. Ia ingin sampai ke-padaNya. Derajat ihsan inilah derajat yang paling sempurna. Jika ia tidak sampai kepada keadaan ini, maka kepada derajat kedua, yaitu beribadah kepada Allah dengan peribadatan khauf wa harab (rasa takut) terhadap siksaNya. Karena itu, Nabi SAW bersabda, "Jika kamu tidak melihatNya, maka Dia melihatMu." Yakni, jika kamu tidak menyembahNya seolah-olah kamu melihatNya, maka Dia melihatMu. 27. Pengetahuan tentang hari Kiamat itu tersembunyi, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah SWT. Barangsiapa mengklaim mengetahuinya maka ia berdusta. Dan perkara ini tidak diketahui oleh Rasul yang paling mulia dari kalangan malaikat dan Rasul paling mulia dari kalangan manusia, Muhammad dan Jibril SAW. 28. Hari Kiamat itu memiliki tanda-tanda, sebagaimana firmanNya, ‏"Maka tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan hari Kiamat (yaitu) kedatangannya kepada mereka dengan tiba-tiba, karena sesungguhnya telah datang tanda-tandanya." (Muhammad: 18). Asyrathuha, bermakna tanda-tandanya. Para ulama membagi tanda-tanda Kiamat menjadi tiga macam: Pertama, yang sudah berlalu. Kedua, yang senantiasa muncul dalam bentuk yang baru. Ketiga, tidak datang kecuali persis menjelang Kiamat, yaitu tanda-tanda terbesar, seperti turunnya Isa putra Maryam, Dajjal, Ya'juj dan Ma'juj, dan terbitnya matahari di tempat terbenamnya.(XIV) Nabi SAW menyebutkan di antara tanda-tandanya, yaitu sahaya wanita melahirkan tuan putrinya. Yakni, wanita sebagai sahaya lalu melahirkan anak wanita, lalu wanita ini menjadi kaya sehingga memiliki semisal ibunya. Ini kiasan tentang cepatnya banyak harta dan tersebarnya di tengah manusia, dan yang menguatkan hal itu ialah perumpamaan sesudahnya, "Dan kamu melihat orang-orang bertelanjang kaki, tidak berpakaian, miskin lagi penggembala kambing, bermegah-megahan dalam bangunan." 29. Nabi SAW mendidik dengan baik di mana beliau bertanya kepada para sahabat, apakah mereka mengetahui penanya ini ataukah tidak? Demi tujuan untuk memberitahu mengenainya. Ini lebih mendalam daripada sekiranya beliau langsung memberitahu kepada mereka. Karena jika beliau bertanya kepada mereka kemudian memberitahu, maka itu lebih mendorong untuk memahami dan mengingat apa yang beliau katakan. 30. Orang yang bertanya tentang suatu ilmu dinilai sebagai pengajar, dan ini telah disinggung sebelumnya. Tetapi saya ingin menje-laskan bahwa manusia itu seyogyanya bertanya tentang apa yang dibutuhkan oleh manusia, walaupun ia seorang alim, demi su-paya ia mendapatkan pahala karena memberitahukan. Wallahul muwaffiq. CATATAN KAKI: XII Ketahuilah bahwa setiap muslim wajib beriman kepada para malaikat yang nama-nama mereka disebutkan dalam al-Qur'an atau Sunnah secara terperinci, di antaranya: Jibril, Mika'il dan Israfil. Jibril adalah malaikat yang ditugaskan membawa wahyu yang menjadi sumber kehidupan hati dan ruh. Mika'il adalah malaikat yang ditugaskan membawa hujan yang menjadi sumber kehidupan bumi, tumbuhan dan hewan. Adapun Israfil ialah malaikat yang ditugaskan untuk meniup sangkakala untuk menghidupkan makhluk sesudah kematian mereka. Di antara malaikat yang disebut dalam al-Qur'an ialah Malik, penjaga neraka. Mereka dan selainnya yang nama-nama mereka disebutkan dalam sejumlah hadits yang terbukti keshahihannya, wajib diimani, berikut tugas-tugas yang diberikan kepada mereka. Adapun malaikat yang tidak disebutkan namanya, maka kita wajib mengimani mereka secara global, dan mengimani sifat-sifat mereka dan perbuatan-perbuatan mereka yang disebutkan dalam al-Qur'an dan as-Sunnah. Kita beriman kepada al-Kiram al Katibun yang dijadikan Allah sebagai pencatat amal-amal kita. Kita ber-iman kepada malaikat maut yang ditugaskan untuk mencabut nyawa para makhluk. Kita beriman kepada para malaikat yang bertugas di neraka. Kita beriman kepada para malaikat yang ditugaskan di surga. Dan kita beriman juga dengan para malaikat pemikul Arsy. (Al-Iman, karya Muhammad Nu'aim Yasin, hal. 23-24, dengan diringkas). XIII Allah SWT menyebutkan dalam al-Qur'an 25 nabi, yaitu: Adam, Nuh, Shalih, Ibrahim, Hud, Idris, Luth,Yunus, Isma'il, Ishaq, Ya'qub, Yusuf, Ayyub, Syu'aib, Musa, Harun, al-Yasa', Dzul Kifli, Daud, Zakariya, Sulaiman, Ilyas, Yahya, Isa dan Muhammad—semoga Allah melimpah shalawat dan salam atas mereka semua. Para rasul dan nabi tersebut wajib diimani akan kerasulan dan kenabian mereka secara terperinci. Adapun para nabi dan rasul yang tidak dikisahkan al-Qur'an kepada kita, maka kita diperintahkan supaya mengimani mereka secara global. (Al-Iman, karya Muhammad Na'im Yasin, hal. 37-38, dengan disingkat). XIV Mengisyaratkan kepada hadits yang diriwayatkan Muslim dalam Shahihnya dari Hudzaifah bin Usaid al-Ghifari, ia mengatakan, "Nabi SAW muncul di hadapan kami ketika kami sedang mudzakarah, lalu beliau bertanya, 'Apakah yang sedang kalian mudzakarahkan?' Mereka menjawab, 'Kami mengingat hari Kiamat.' Beliau bersabda, 'Kiamat tidak akan datang sehingga kalian melihat sebelumnya 10 tanda." Lalu beliau menyebutkan: Asap, Dajjal, binatang tunggangan, terbitnya matahari dari tempat terbenamnya, turunnya Isa AS, Ya'juj dan Ma'juj, tiga khusuf (pembenaman): pembenaman di Masyriq, pembenaman di Maghrib, dan pembenaman di Jazirah Arab, serta yang terakhir ialah api yang keluar dari Yaman untuk mengusir manusia menuju Mahsyar mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar