Assalamu'alaikum wr. wb " Kami Pengurus mengajak kepada bapak/ibu/saudara donatur/pembaca blogpanti yang ingin berinvestasi akhirat utk pembebasan tanah panti permeter : 250.000.yang masih kurang 35 juta.jika berminat hbg bendahara Hj,sri Murtini :081328838320/0274 773720/774230/langsung transfer ke no.rekening panti BRI cab.wates no.0152.01.003706-50-5 Cq H.Anwarudin. semoga menjadi sebab-sebab kemudahan dan khusnulkhotimah

Sabtu, 29 Januari 2011

Do’a Anak Yatim Tidak Bisa Diremehkan

Kehidupan memiliki berbagai misteri, kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi pada kita di esok hari. Yakinlah setiap peristiwa yang terjadi dan yang kita alami menyimpan sejuta rahasia. Seperti halnya keberkahan hidup yang bisa ditempuh lewat berbagai cara. Salah satunya adalah keberkahan dari do’a anak-anak yatim. Do’a dari anak-anak yang sudah tidak bisa merasakan kasih sayang dari seorang ayah. Apalagi yang sholeh dan sholehah. Kini satu kisah lagi keajaiban Sang Maha Kuasa. Keajaiban berbagi dengan anak-anak yatim yang dialami oleh seorang pengusaha.

Mulanya, salah satu donatur kita ini mencoba untuk ber-istiqomah menyantuni anak-anak yatim di Yayasan Himmatun Ayat. Setiap pekan, ia selalu mendatangi sekretariat Himmah. Dan, dari keistiqomahan itulah, Allah mengganti harta yang telah ia berikan kepada anak-anak yatim dengan ganti yang lebih banyak. Memang Allah telah menjanjikan pada kita bahwa sesungguhnya jika kita semakin banyak bershodaqoh justru semakin bertambah pula harta yang kita miliki. Insyaallah. Dan keadaan yang ia alami juga demikian, usahanya yang aalnya biasa-biasa saja berkembang menjadi luar biasa pesat.

Suatu ketika, ia lupa akan keistiqomahan itu karena terlelap di dalam kehidupan yang sangat nyaman. Hingga usaha yang semula sukses kembali menurun. Program-program kerja yang telah dibuatnya semuanya mengalami kegagalan. Tidak hanya itu, ia bahkan menganggap bahwa dirinya tidak profesional dalam mengurusi usahanya sendiri.

Dan sampai suatu saat, ia belum menyadari apa yang telah ia lakukan sehingga usaha yang semula baik-baik saja menjadi kacau balau. Tapi, untunglah Allah masih membukakan jalan baginya sehingga ia teringat akan sesuatu yang sudah terlupakan. Apa itu ? Keistiqomahannya yang dulu, yaitu berbagi bersama anak-anak yatim setiap pekan.

Tak lama kemudian, subhanallah, usahanya kembali diberikan kesuksesan dan kelancaran. Selain faktor keuletan dan evaluasinya atas kesalahan yang telah ia lakukan selama ini. Dan ia berpesan “Janganlah kita hanya menyimpan harta kita hanya untuk diri kita sendiri, karena, harta yang kita miliki bukanlah milik kita sepenuhnya tetapi milik orang lain yang lebih membutuhkan”.

Dan dari semua peristiwa pasti ada hikmah yang dapat kita ambil. Begitupun kisah ini, bahwa tak ada hal yang luput dari penglihatan Allah SWT. Dan dari semua perbuatan pasti ada balasannya.

“Berbuat baiklah jika ingin orang lain berbuat baik pula ”

BERHASIL MENUNAIKAN IBADAH HAJI SESUDAH MINTA DOA ANAK-ANAK YATIM

BERHASIL MENUNAIKAN IBADAH HAJI SESUDAH MINTA DOA ANAK-ANAK YATIM
oleh Pecinta Anak Yatim
Syahrani Akbari Sadrie, seorang hamba Allah yang tinggal di Ciledug, Tangerang.
Ani, begitu ia biasa dipanggil; dan suaminya, Adam Bachtiar menikah pada tahun 1990. Kehidupan rumah tangga mereka pasca pernikahan biasa-biasa saja, kalau tidak dikatakan sangat sederhana. Begitu pula dengan karier mereka sebagai pegawai negeri sipil (PNS).

Mereka merasakan kehidupan mereka berubah, baik secara karier maupun ekonomi, sesudah mereka sering menyantuni anak-anak yatim. Pada tahun 1998 tatkala sedang diadakan pengajian di rumahnya, guru ngaji Ani membawa anak-anak yatim ke rumah mereka. Setelah pengajian selesai, Ani memberikan uang kepada anak-anak yatim tersebut.

Sesudah anak-anak yatim pulang bersama dengan guru ngaji mereka, tiba-tiba di hati Ani timbul perasaan yang sungguh tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Perasaan yang begitu indah dan kebahagiaan yang amat sangat begitu lembut menyisir setiap ruang di hati mereka. Sejak peristiwa itulah Ani makin rajin membantu dan menyantuni anak-anak yatim setiap bulannya.

Dari hari ke hari kehidupan ekonomi Ani dan keluarga makin membaik. Segala cita-cita dan keinginan yang mereka impikan diberikan kemudahan oleh Allah dan jalan untuk mendapatkannya. Semua itu ia rasakan karena doa yang dipanjatkan oleh anak-anak yatim kepada mereka.

Sungguh Ani tidak pernah menyangka kalau suatu hari kelak ia akan mendapatkan panggilan untuk mengunjungi Baitullah dan mendapatkan kemuliaan untuk berziarah ke rumah-Nya yang suci dan menziarahi makam nabi-Nya yang mulia Muhammad (saw).

Peristiwa itu bermula ketika suatu hari, sesudah menyantuni anak-anak yatim, Ani pernah nyeletuk dengan nada sedikit bercanda, ia minta didoakan oleh anak-anak yatim agar ia bisa berangkat haji. Kala itu ia berkata, “Doain ibu ya, semoga ibu bisa menunaikan ibadah haji tahun ini,” ucapnya sambil tersenyum.

Ani tersenyum bukan karena dia tidak serius meminta didoakan. Ia tersenyum karena dia sama sekali belum mempersiapkan uang atau tabungan untuk keberangkatannya dan suaminya.

Namun, tidak ada yang sulit apabila Allah menghendaki. Sebulan kemudian sesudah ia meminta doa anak-anak yatim itu, ia dan suaminya merasakan Allah mempermudah rezeki mereka. Tepat pada waktu bulan haji tiba, uang untuk menunaikan ibadah haji sudah siap. Ani sama sekali tidak menyangka kalau ia akan bisa menunaikan ibadah haji di tahun itu. Ketika sedang menunggu keberangkatan, dia teringat kata-katanya di depan anak-anak yatim dahulu, tatkala ia meminta doa kepada mereka.

by: Keajaiban Menyantuni Anak Yatim oleh Mujahidin N

Bersyukurlah.. dengan Membantu Anak Yatim

Hampir setiap malam sang istri memohon pada Allah seperti ini,”Ya Allah aku tidak ingin mempercepat apa yang Engkau lambatkan dan aku juga tidak ingin memperlambat apa yang Engkau segerakan.Berilah aku kesabaran berlebih di dalam menjalani ujianMu kali ini.Kuserahkan diriku,hartaku dan agamaku padaMu.”

Ini secuil kisah dari sebuah keluarga kecil,yang kebetulan mendapat ujian dari Allah.Dari ujian keburukan hingga ujian kebaikan.Kesabaran dan sifat qanaah dari mereka,menghantarkan mereka dalam keimanan yang semakin baik kepada Allah.Ketika itu anak-anak mereka masih kecil-kecil,sang ayah mendapat cobaan kehilangan pekerjaan tetapnya.Hari demi hari,bulan demi bulan dilewati dengan hidup seadanya.Tanpa penghasilan sang ayah,anak-anak terpaksa makan seadanya,tidak bisa merasakan susu,tidak pernah merasakan daging,yang sebenarnya sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan si anak.

Sampai suatu ketika sang ayah berhasil mendapat pekerjaan dengan gaji sebesar Rp 700.000. Ini merupakan rahmat Allah meski semua orang tahu jumlah ini sebenarnya amat kecil untuk bisa digunakan hidup cukup dalam satu keluarga selama sebulan,apalagi harga kebutuhan yang serba mahal. Namun pasangan suami istri ini begitu bersyukur atas rezeki yang Allah berikan pada mereka. Setidaknya anak-anak mereka mulai bisa sedikit demi sedikit merasakan susu yang amat diperlukan oleh seorang anak.

Tiga bulan sudah sang ayah bekerja,sungguh benar bahwa janji Allah tidak pernah melesat sedikitpun bagi siapa saja yang mensyukuri nikmatNya. Sang ayah mendapatkan kenaikan gaji menjadi Rp 1.000.000.Pasangan suami istri ini makin memperbaiki rasa syukurnya pada Allah.Bukan sekedar alhamdulilah di lisan dan hati mereka.Tetapi berusaha juga untuk menyisihkan sebagian pendapat mereka untuk zakat dan sedekah.Mereka bukan ahli ibadah,juga bukan termasuk orang yang baik pengetahuan agamanya.Tetapi ada satu surat dalam Al-quran yang mereka tahu,dan mereka ingin mengamalkannya pada kehidupan mereka.Al-Maun..

“Tahukah kamu orang yang mendustai agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin,maka celakalah orang yang shalat,yaitu orang yang lalai terhadap sholatnya,yang berbuat ria,dan enggan memberi bantuan.” [Al-Maun 1-7]

Suatu hari sang istri meminta ijin pada suaminya untuk membantu biaya sekolah 1 anak yatim,dan ternyata mendapat ijin.Tiga bulan berlalu,tiba-tiba Allah melipatkan rezeki keluarga ini. Sang suami mendapat kenaikan gaji lagi menjadi Rp 1.300.000.Si istri berpikir jika Allah begitu mudah dan murah memberi rizkiNya,mengapa saya tidak? Karena itu si istri memohon ijin pada suaminya lagi untuk menambah jumlah anak yatim yang dibantu menjadi 3 anak. Dan tiga bulan berikutnya Allah menukar kembali semua uang yang telah dikeluarkan keluarga ini. Keluarga ini mampu menyisihkan sebagian uang mereka padahal mereka sendiri amat membutuhkan untuk anak-anak mereka. Sungguh benar firman Allah bahwa sedekah itu ibarat sebutir padi yang berubah menjadi 7 bulir,yang tiap-tiap bulirnya ada 100 biji.Allah tidak tidur,Allah melipatgandakan pahala bagi orang-orang yang memberi pinjaman pada Allah.

Ujian kebaikan keluarga ini menjadi pelajaran berharga,betapa sedekah yang dikeluarkan ikhlas karena mencari ridho Allah benar-benar mendapat balasan berlipat-lipat.Bukan hanya materi tetapi juga ketentraman keluarga,kesehatan anak-anak,rezeki barokah,yang walaupun nilai uangnya kecil tetapi Allah selalu cukupkan untuk hari-hari mereka. Bukankah uang yang banyak jika tidak barokah akan menguap kemana-mana,tidak jelas penggunaannya,banyak terbuang untuk hal yang sia-sia,dan sering menyebabkan buah hati bahkan diri kita sendiri langganan sakit…

Menyantuni anak yatim bukan sekedar memberikan bantuan materi yang mereka butuhkan tetapi juga meringankan beban yang dipikul oleh seorang janda,yang terpaksa harus mencari nafkah untuk anak-anaknya.Siapa orangnya yang membantu mengangkat beban orang lain yang sedang kesulitan,maka Allah akan bantu mengangkat beban orang tsb.

Saudaraku semuslim,mari petik hikmah dari kisah ini,jika mereka yang berpenghasilan sedikit bisa menyantuni anak yatim,mengapa kita tidak? Bukan besarnya penghasilan yang menjadi tolak ukur bisa/tidak seseorang membantu anak yatim/fakir miskin,akan tetapi kesadaran untuk membagi rezeki yang telah Allah berikan pada kita,dimana didalamnya terdapat hak-hak anak yatim dan orang miskin.Cintai anak yatim & duafa, maka Allah akan mencintai kita..

Kitab Sedekah: Pahala Membantu Tetangga dan Anak Yatim dibanding Haji

Pada suatu masa ketika Abdullah bin Mubarak berhaji, tertidur di Masjidil Haram. Dia telah bermimpi melihat dua malaikat turun dari langit lalu yang satu berkata kepada yang lain, “Berapa banyak orang-orang yang berhaji pada tahun ini?”
Jawab yang lain, “Enam ratus ribu.”
Lalu ia bertanya lagi, “Berapa banyak yang diterima ?”
Jawabnya, “Tidak seorang pun yang diterima, hanya ada seorang tukang sepatu dari Damsyik bernama Muwaffaq, dia tidak dapat berhaji, tetapi diterima hajinya sehingga semua yang haji pada tahun itu diterima dengan berkat hajinya Muwaffaq.”

Ketika Abdullah bin Mubarak mendengar percakapannya itu, maka terbangunlah ia dari tidurnya, dan langsung berangkat ke Damsyik mencari orang yang bernama Muwaffaq itu sehingga ia sampailah ke rumahnya. Dan ketika diketuknya pintunya, keluarlah seorang lelaki dan segera ia bertanya namanya.
Jawab orang itu, “Muwaffaq.”
Lalu abdullah bin Mubarak bertanya padanya, “Kebaikan apakah yang telah engkau lakukan sehingga mencapai darjat yang sedemikian itu?”
Jawab Muwaffaq, “Tadinya aku ingin berhaji tetapi tidak dapat kerana keadaanku, tetapi mendadak aku mendapat wang tiga ratus diirham dari pekerjaanku membuat dan menampal sepatu, lalau aku berniat haji pada tahun ini sedang isteriku pula hamil, maka suatu hari dia tercium bau makanan dari rumah jiranku dan ingin makanan itu, maka aku pergi ke rumah jiranku dan menyampaikan tujuan sebenarku kepada wanita jiranku itu.

Jawab jiranku, “Aku terpaksa membuka rahsiaku, sebenarnya anak-anak yatimku sudah tiga hari tanpa makanan, kerana itu aku keluar mencari makanan untuk mereka. Tiba-tiba bertemulah aku dengan bangkai himar di suatu tempat, lalu aku potong sebahagiannya dan bawa pulang untuk masak, maka makanan ini halal bagi kami dan haram untuk makanan kamu.”
Ketika aku mendegar jawapan itu, aku segera kembali ke

rumah dan mengambil wang tiga ratus dirham dan keserahkan kepada jiranku tadi seraya menyuruhnya membelanjakan wang itu untuk keperluan anak-anak yatim yang ada dalam jagaannya itu.

“Sebenarnya hajiku adalah di depan pintu rumahku.” Kata Muwaffaq lagi.
Demikianlah cerita yang sangat berkesan bahwa membantu jiran tetangga yang dalam kelaparan amat besar pahalanya apalagi di dalamnya terdapat anak-anak yatim.
Rasulullah ada ditanya, “Ya Rasullah tunjukkan padaku amal perbuatan yang bila kuamalkan akan masuk syurga.”
Jawab Rasulullah, “Jadilah kamu orang yang baik.”
Orang itu bertanya lagi, “Ya Rasulullah, bagaimanakah akan aku ketahui bahwa aku telah berbuat baik?”

Jawab Rasulullah, “Tanyakan pada tetanggamu, maka bila mereka berkata engkau baik maka engkau benar-benar baik dan bila mereka berkata engkau jahat, maka engkau sebenarnya jahat.”

Sumber http://www.facebook.com/notes/suhaila-al-amrie/pahala-membantu-tetangga-dan-anak-yatim/

Bahayanya Mengamalkan Shalawat Nariyah Karena mengandung kesyirikan

Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu berkata: “Shalawat Nariyah cukup populer di banyak kalangan dan ada yang meyakini bahwa orang yang bisa membacanya sebanyak 4444 kali dengan... niat menghilangkan kesulitan-kesulitan atau demi menunaikan hajat maka kebutuhannya pasti akan terpenuhi. Ini merupakan persangkaan yang keliru dan tidak ada dalilnya sama sekali. Terlebih lagi apabila anda mengetahui isinya dan menyaksikan adanya kesyirikan secara terang-terangan di dalamnya. Berikut ini adalah bunyi shalawat tersebut:”
Allahumma sholli sholaatan kaamilatan Wa sallim salaaman taaman ‘ala sayyidinaa Muhammadin Alladzi tanhallu bihil ‘uqadu, wa tanfariju bihil kurabu, wa tuqdhaa bihil hawaa’iju Wa tunaalu bihir raghaa’ibu wa husnul khawaatimi wa yustasqal ghomaamu bi wajhihil kariimi, wa ‘alaa aalihi, wa shahbihi ‘adada kulli ma’luumin laka
Artinya:
“Ya Allah, limpahkanlah pujian yang sempurna dan juga keselamatan sepenuhnya, Kepada pemimpin kami Muhammad, Yang dengan sebab beliau ikatan-ikatan (di dalam hati) menjadi terurai, Berkat beliau berbagai kesulitan menjadi lenyap, Berbagai kebutuhan menjadi terpenuhi, Dan dengan sebab pertolongan beliau pula segala harapan tercapai, Begitu pula akhir hidup yang baik didapatkan, Berbagai gundah gulana akan dimintakan pertolongan dan jalan keluar dengan perantara wajahnya yang mulia, Semoga keselamatan juga tercurah kepada keluarganya, dan semua sahabatnya sebanyak orang yang Engkau ketahui jumlahnya.”
Syaikh berkata:
“Sesungguhnya aqidah tauhid yang diserukan oleh Al-Qur’an Al Karim dan diajarkan kepada kita oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan kepada setiap muslim untuk meyakini bahwa Allah semata yang berkuasa untuk melepaskan ikatan-ikatan di dalam hati, menyingkirkan kesusahan-kesusahan, memenuhi segala macam kebutuhan dan memberikan permintaan orang yang sedang meminta kepada-Nya. Oleh sebab itu seorang muslim tidak boleh berdoa kepada selain Allah demi menghilangkan kesedihan atau menyembuhkan penyakitnya meskipun yang di serunya adalah malaikat utusan atau Nabi yang dekat (dengan Allah). Al-Qur’an ini telah mengingkari perbuatan berdoa kepada selain Allah baik kepada para rasul ataupun para wali. Allah berfirman yang artinya:
أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا
“Bahkan sesembahan yang mereka seru (selain Allah) itu justru mencari kedekatan diri kepada Rabb mereka dengan menempuh ketaatan supaya mereka semakin bertambah dekat kepada-Nya dan mereka pun berharap kepada rahmat-Nya serta merasa takut akan azab-Nya. Sesungguhnya siksa Rabbmu adalah sesuatu yang harus ditakuti.” (QS. Al-Israa’: 57). Para ulama tafsir mengatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang yang berdoa kepada Isa Al-Masih atau memuja malaikat atau jin-jin yang saleh (sebagaimana diceritakan oleh Ibnu Katsir).”
Beliau melanjutkan penjelasannya:
“Bagaimana Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bisa merasa ridha kalau beliau dikatakan sebagai orang yang bisa melepaskan ikatan-ikatan hati dan bisa melenyapkan berbagai kesusahan padahal Al-Qur’an saja telah memerintahkan beliau untuk berkata tentang dirinya:
قُلْ لا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلا ضَرًّا إِلا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Katakanlah: Aku tidak berkuasa atas manfaat dan madharat bagi diriku sendiri kecuali sebatas apa yang dikehendaki Allah. Seandainya aku memang mengetahui perkara ghaib maka aku akan memperbanyak kebaikan dan tidak ada keburukan yang akan menimpaku. Sesungguhnya aku hanyalah seorang pemberi peringatan dan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al-A’raaf)
Pada suatu saat ada seseorang yag datang menemui Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengatakan: “Atas kehendak Allah dan kehendakmu wahai Rasul”, Maka beliau menghardiknya dengan mengatakan, “Apakah kamu ingin menjadikan aku sebagai sekutu bagi Allah? Katakan: Atas kehendak Allah semata.” Nidd atau sekutu artinya: matsiil wa syariik (yang serupa dan sejawat) (HR. Nasa’i dengan sanad hasan)
Beliau melanjutkan lagi penjelasannya:“Seandainya kita ganti kata bihi (به) (dengan sebab beliau) dengan bihaa (بها) (dengan sebab shalawat) maka tentulah maknanya akan benar tanpa perlu memberikan batasan bilangan sebagaimana yang disebutkan tadi. Sehingga bacaannya menjadi seperti ini:Allahumma sholli sholaatan kaamilatan wa sallim salaaman taamman ‘ala sayyidinaa Muhammadin Allati tuhillu bihal ‘uqadu (artinya ikatan hati menjadi terlepas karena shalawat)
Hal itu karena membaca shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ibadah yang bisa dijadikan sarana untuk bertawassul memohon dilepaskan dari kesedihan dan kesusahan. Mengapa kita membaca bacaan shalawat bid’ah ini yang hanya berasal dari ucapan makhluk biasa sebagaimana kita dan justru meninggalkan kebiasaan membaca shalawat Ibrahimiyah (yaitu yang biasa kita baca dalam shalat, pent) yang berasal dari ucapan Rasul yang Ma’shum?”
***
Penulis: Muhammad Jamil Zainu
Diterjemahkan oleh Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id
Shalawat nariyah telah dikenal oleh banyak orang. Mereka beranggapan, barangsiapa membacanya sebanyak 4444 kali dengan niat agar kesusahan dihilangkan, atau hajat dikabulkan, niscaya akan ter-penuhi.

Ini adalah anggapan batil yang tidak berdasar sama sekali. Apalagi jika kita mengetahui lafazh bacaannya, serta kandungan syirik yang ada di dalamnya. Secara lengkap, lafazh shalawat nariyah itu adalah sebagai berikut,

“Ya Allah, limpahkanlah keberkahan dengan keberkahan yang sempurna, dan limpahkanlah keselamatan dengan keselamatan yang sempurna untuk penghulu kami Muhammad, yang dengan beliau terurai segala ikatan, hilang segala kesedihan, dipenuhi segala kebutuhan, dicapai segala keinginan dan kesudahan yang baik, serta diminta hujan dengan wajahnya yang mulia, dan semoga pula dilimpahkan untuk segenap keluarga, dan sahabat-nya sebanyak hitungan setiap yang Engkau ketahui.”

1. Aqidah tauhid yang kepadanya Al-Quranul Karim menyeru, dan yang dengannya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam mengajarkan kita, menegaskan kepada setiap muslim agar meyakini bahwa hanya Allah semata yang kuasa menguraikan segala ikatan. Yang menghilangkan segala kesedihan. Yang memenuhi segala kebutuhan dan memberi apa yang diminta oleh manusia ketika ia berdo’a.Setiap muslim tidak boleh berdo’a dan memohon kepada selain Allah untuk menghilangkan kesedihan atau menyembuhkan penyakit-nya, bahkan meski yang dimintanya adalah seorang malaikat yang diutus atau nabi yang dekat (kepada Allah).

Al-Qur’an mengingkari berdo’a kepada selain Allah, baik kepada para rasul atau wali. Allah berfirman,

“Katakanlah, ‘Panggillah mereka yang kamu anggap (tuhan) selain Allah, maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya daripadamu dan tidak pula memindahkannya. Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmatNya dan takut akan siksaNya; sesungguhnya siksa Tuhanmu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti.” (Al-lsra’: 56-57)

Para ahli tafsir mengatakan, ayat di atas turun sehubungan dengan sekelompok orang yang berdo’a dan meminta kepada Isa Al-Masih, malaikat dan hamba-hamba Allah yang shalih dan jenis makhluk jin.
2. Bagaimana mungkin Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam akan rela, jika dikatakan bahwa beliau kuasa menguraikan segala ikatan dan menghilangkan segala kesedihan. Padahal Al-Qur’an menyeru kepada beliau untuk memaklumkan,”Katakanlah, ‘Aku tidak kuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, niscaya aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.” (Al-A’raaf: 188)

“Seorang laki-laki datang kepada Rasululllah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam lalu ia berkata kepada beliau, ‘Atas kehendak Allah dan kehendakmu.” Maka Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam bersabda, ‘Apakah engkau menjadikan aku sebagai sekutu (tandingan) bagi Allah? Katakanlah, “Hanya atas kehendak Allah semata.” (HR. Nasaa’i, dengan sanad shahih)

Di samping itu, di akhir lafazh shalawat nariyah tersebut, terdapat pembatasan dalam masalah ilmu-ilmu Allah. Ini adalah suatu kesalahan besar.
3. Seandainya kita membuang kata “Bihi” (dengan Muhammad), lalu kita ganti dengan kata “BiHaa” (dengan shalawat untuk Nabi), niscaya makna lafazh shalawat itu akan menjadi benar. Sehingga bacaannya akan menjadi seperti berikut ini:
“Ya Allah, limpahkanlah keberkahan dengan keberkahan yang sempurna, dan limpahkanlah keselamatan dengan keselamatan yang sempurna untuk Muhammad, yang dengan shalawat itu diuraikan segala ikatan …”Hal itu dibenarkan, karena shalawat untuk Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Salam adalah ibadah, sehingga kita boleh ber-tawassul dengannya, agar dihilangkan segala kesedihan dan kesusahan.
4. Kenapa kita membaca shalawat-shalawat bid’ah yang meru-pakan perkataan manusia, kemudian kita meninggalkan shalawat lbrahimiyah yang merupakan ajaran AI-Ma’sum ?

Sabtu, 22 Januari 2011

Menggapai Berkah dengan Sedekah Dahsyatnya Kekuatan Sedekah

SedekahDi dalam Al-Quran, Al-Hadits dan atsar shahabah telah disebutkan beberapa keutamaan sedekah dan orang yang melakukannya. Baca dan renungilah secara baik dalil-dalil di bawah ini! Bersedekahlah, dan Anda akan merasakan betapa dahsyatnya kekuatan sedekah!![1]

1. Sedekah adalah Amal yang Utama
Rasulullah n telah bersabda :

اَلْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى, وَ الْيَدُ الْعُلْيَا هِيَ الْمُنْفِقَةُ وَ الْيَدُ السُّفْلَى هِيَ السَّائِلَةُ

“Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Tangan di atas adalah yang memberi, dan tangan di bawah adalah yang meminta.”[2]
‘Umar bin Khaththab a pernah berkata :

إِنَّ اْلأَعْمَالَ تَتَبَاهَى, فَتَقُوْلُ الصَّدَقَةُ : أَنَا أَفْضَلُكُمْ

“Sesungguhnya amalan-amalan itu saling membanggakan diri satu sama lain, maka sedekah pun berkata (kepada amalan-amalan lainnya), ‘Akulah yang paling utama di antara kalian’.”[3]

2. Melindungi dari Bencana
Ingatlah hadits Rasul n di bawah ini, dan sebenarnya hadits inilah yang memercikkan inspirasi kepada saya untuk menulis buku tentang pengobatan sedekah ini :

دَاوُوْا مَرْضَاكُمْ بِالصَّدَقَةِ

“Obatilah orang sakit di antara kalian dengan sedekah.”[4]
Sebagian para salaf berpendapat bahwa sedekah bisa menolak bencana dan musibah-musibah, sekalipun pelakunya adalah orang zhalim. Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah v mengatakan, “Sesungguhnya sedekah bisa memberikan pengaruh yang menakjubkan untuk menolak berbagai macam bencana sekalipun pelakunya orang yang fajir (pendosa), zhalim, atau bahkan orang kafir, karena Allah l akan menghilangkan berbagai macam bencana dengan perantaraan sedekah tersebut…”.[5] Ibrahim An-Nakha’i juga menegaskan, “Para salaf berpandangan bahwa sedekah dapat menghindarkan orang yang zhalim (dari berbagai marabahaya dan kesusahan).”[6]

3. Berlipat Ganda Pahalanya
Allah l telah berfirman, “Perumpamaan (infak yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.” (Al-Baqarah [2] : 261)
Rasul n juga bersabda :

مَنْ تَصَدَّقَ بِعَدْلِ تَمْرَةٍ مِنْ كَسْبٍ طَيِّبٍ, وَ لاَ يَقْبَلُ اللهُ إِلاَّ الطَّيِّبَ, وَ إِنَّ اللهَ يَتَقَبَّلُهَا بِيَمِيْنِهِ ثُمَّ يُرَبِّيْهَا لِصَاحِبِهِ كَمَا يُرَبِّي أَحَدُكُمْ فَلُوَّهُ حَتَّى تَكُوْنَ مِثْلَ الْجَبَلِ

“Barangsiapa bersedekah senilai satu biji kurma yang berasal dari mata pencaharian yang baik –dan Allah tidak akan menerima kecuali yang baik–, maka sesungguhnya Allah akan menerimanya dengan tangan kanan-Nya, kemudian dipelihara untuk pemiliknya sebagaimana seseorang di antara kalian memelihara anak kuda, sehingga sedekah itu menjadi (besar) seperti gunung.”[7]
Yahya bin Ma’ad berkata, “Aku tidak mengetahui adanya sebuah biji yang beratnya sebanding dengan gunung di dunia, kecuali dari biji yang disedekahkan.”[8]

4. Menghapus Dosa dan Kesalahan
Rasul n bersabda :

تَصَدَّقُوْا وَلَوْ بِتَمْرَةٍ, فَإِنَّهَا تَسُدُّ مِنَ الْجَائِعِ وَ تُطْفِئُ الْخَطِيْئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ

“Bersedekahlah kalian, meski hanya dengan sebiji kurma. Sebab, sedekah dapat memenuhi kebutuhan orang yang kelaparan, dan memadamkan kesalahan, sebagaimana air mampu memadamkan api.”[9]
Beliau n juga pernah memberikan nasihat kepada para pedagang :

يَا مَعْشَرَ التُّجَّارِ, إِنَّ الشَّيْطَانَ وَ اْلإِثْمَ يَحْضِرَانِ الْبَيْعَ, فَشُوْبُوْا بَيْعَكُمْ بِالصَّدَقَةِ

“Wahai sekalian pedagang, sesungguhnya setan dan dosa menghadiri jual beli kalian, maka sertailah jual beli kalian dengan sedekah.”[10]

5. Menjadikan Harta Berkah dan Berkembang
Bersedekah bisa menjadikan pelakunya memiliki harta yang berlimpah. Maka, jadilah orang kaya, dengan bersedekah. Allah Ta’ala berfirman, “Katakanlah, ‘Sesungguhnya Rabbku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya). Dan apa saja yang kamu infakkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah pemberi rezeki yang sebaik-baiknya’.” (Saba’ [34] : 39)
Rasulullah n bersabda :

إِنَّ اللهَ لَيُرَبِّي لأَحَدِكُمُ التَّمْرَةَ وَ اللُّقْمَةَ كَمَا يُرَبِّي أَحَدُكُمْ فُلُوَّهُ أَوْ فَصِيْلَهُ حَتَّى تَكُوْنَ مِثْلَ أُحُدٍ

“Sesungguhnya Allah akan mengembangkan sedekah kurma atau sepotong makanan dari seorang di antara kalian, sebagaimana seorang di antara kalian memelihara anak kuda atau anak untanya, sehingga sedekah tersebut menjadi besar seperti bukit Uhud.”[11]

6. Melapangkan Jalan ke Surga, Menyumbat Jalan ke Neraka
Allah l berfirman, “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang menginfakkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Ali ‘Imran [3] : 133-134)
Rasulullah n bersabda :

اِجْعَلُوْا بَيْنَكُمْ وَ بَيْنَ النَّارِ حِجَابًا وَلَوْ بِشِقِّ التَّمْرِ

“Buatlah penghalang antara dirimu dan api neraka walaupun hanya dengan separuh butir kurma.”[12]

7. Bukti Kebenaran dan Kekuatan Iman
Di dalam sebuah hadits, Rasulullah n menegaskan :

وَ الصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ

“Sedekah adalah menjadi burhan (bukti).”[13]
Maksudnya, sedekah adalah bukti keimanan pelakunya. Sesungguhnya orang munafik menolak keberadaan sedekah karena tidak meyakininya. Barangsiapa yang mau bersedekah, maka hal itu menunjukkan kebenaran imannya.[14]
Rasul n juga bersabda :

لاَ يَجْتَمِعُ الشُّحُّ وَ اْلإِيْمَانُ فِي قَلْبِ عَبْدٍ أَبَدًا

“Sifat kikir dan iman tidak akan berkumpul dalam hati seseorang selama-lamanya.”[15]

8. Membawa Keberuntungan dan Merupakan Pintu Gerbang Semua Kebaikan
Allah k telah berfirman, “Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Al-Hasyr [59] : 9)
Dalam ayat lain, Allah juga menegaskan, “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menginfakkan sehahagian harta yang kamu cintai, dan apa saja yang kamu infakkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (Ali ‘Imran [3] : 92)

9. Penggemar Sedekah Mendapat Naungan di Mahsyar
Sedekah akan menolong pelakunya dari kesengsaraan dalam perjalanan menuju alam akhirat. Rasulullah n bersabda :

كُلُّ امْرِئٍ فِي ظِلِّ صَدَقَتِهِ حَتَّى يُفْصَلَ بَيْنَ النَّاسِ

“Setiap orang akan berada di bawah naungan sedekahnya, hingga diputuskannya perkara-perkara di antara manusia.”[16]
Di dalam hadits lain, beliau n juga bersabda :

ظِلُّ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَدَقَتُهُ

“Naungan seorang mukmin di hari kiamat adalah sedekahnya.”[17]

10.Pahalanya Mengalir Terus Setelah Mati
Rasul n bersabda :

إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنُ مِنْ عَمَلِهِ وَ حَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ –وَ ذَكَرَ مِنْ ذَلِكَ- وَ مُصْحَفًا وَرَّثَهُ أَوْ مَسْجِدًا بَنَاهُ أَوْ بَيْتًا لابْنِ السَّبِيْلِ بَنَاهُ أَوْ نَهَرًا أَجْرَاهُ أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا مِنْ مَالِهِ فِي صِحَتِهِ وَ حَيَاتِهِ يَلْحَقَهُ بَعْدَ مَوْتِهِ

“Pahala amalan dan kebaikan yang bakal menghampiri seorang mukmin sepeninggalnya –-beliau menyebutkan di antaranya–, (yakni) mushaf yang ia tinggalkan, masjid yang ia bangun, rumah untuk orang yang dalam perjalanan yang ia bangun, sungai yang ia alirkan, atau sedekah yang ia keluarkan dari hartanya di kala sehat dan hidupnya, maka ia akan bakal menghampirinya sepeninggalnya.”[18]

11.Menghadiahkan Pahala Sedekah kepada Mayit Disyariatkan
Menurut para ulama ahlus sunnah, bahwa sedekah yang kita keluarkan untuk seseorang yang telah meninggal dunia, maka pahalanya akan sampai kepada si mayit. Hal ini merupakan bukti betapa agungnya sedekah dan betapa mulianya orang yang gemar bersedekah. Banyak hadits yang mempertegas masalah ini. Di antaranya hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah x :

أَنَّ رَجُلاً أَتَى النَّبِيُّ n فَقَالَ : يَا رَسُوْلَ اللهِ, إِنَّ أُمِّي اُفْتُلِتَتْ نَفْسُهَا وَ لَمْ تُوْصِي, وَ أَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ. أَفَلَهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا؟ قَالَ : نَعَمْ

“Bahwasanya ada seseorang yang datang menemui Rasulullah n seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku meninggal secara tiba-tiba dan tidak berwasiat. Aku menduga, sekiranya ia mampu berbicara, tentu ia ingin bersedekah. Apakah ia akan mendapatkan pahala bila aku bersedekah atas nama ibuku?’ Beliau menjawab, ‘Ya’.”[19]

Footnote :
[1] Lihat Kaifa Tunammi Amwalaka, hal. 9.
[2] Muslim 1/717, no. 1033.
[3] Shahih Ibni Khuzaimah 4/95, no. 2433; Al-Mustadrak karya Al-Hakim 1/416, ia mengatakan, “Ini adalah hadits shahih menurut persyaratan Bukhari dan Muslim.”
[4] Syu’abul Iman, karya Baihaqi 3/282, no. 3558. Al-Albani menghasankan hadits ini di dalam Shahihul Jami’ 1/634, no. 3358.
[5] Lihat Min ‘Ajaibish Shadaqah, hal. 25.
[6] Syu’abul Iman, karya Baihaqi 3/283, no. 3559.
[7] Diriwayatkan oleh Bukhari dengan lafazh darinya, dan Muslim.
[8] Lihat Kaifa Tunammi Amwalak, hal. 19.
[9] Al-Musnad Ahmad 1/95, no. 104, Az-Zuhd, karya Ibnul Mubarak 229, no. 651. Dishahihkan Al-Albani dalam kitab Shahihul Jami’ 1/568, no. 2951.
[10] Jami’ut Tirmidzi 3/514, no. 1208, ia berkata, “Hasan shahih”, dan Al-Albani menshahihkannya di dalam Shahihut Tirmidzi 2/4, no. 966.
[11] Diriwayatkan oleh Ahmad (24940). Al-Albani menshahihkannya di dalam Shahihul Jami’ish Shaghir (1815).
[12] Al-Mu’jamul Kabir, karya Thabrani 18/303, no. 777. Al-Albani menghasankannya di dalam Shahihul Jami’ 1/94, no. 153.
[13] Diriwayatkan oleh Muslim (I/203) no. 223.
[14] Lihat Syarhu Muslim, karya An-Nawawi 3/127, dan Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, karya Ibnu Rojab 2/23 dan 24.
[15] Al-Musnad, karya Ahmad 14/202, no. 8512, dan Shahih Ibni Hiban 8/43, no. 3251. Seorang muhaqqiq mengatakan, “Hadits shahih lighairihi.”
[16] Al-Musnad, karya Ahmad 28/568, no. 17333. Dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah 4/94, no. 2431; Ibnu Hibban 8/104, no. 3310; dan Hakim 1/416.
[17] Shahih Ibni Khuzaimah 4/95.
[18] Sunan Ibni Majah 1/88, no. 242, dan disebutkan di dalam kitab Az-Zawa’id. Dihasankan oleh Ibnu Mundzir. Dihasankan oleh Al-Albani dalam kitab Shohih Al-Jami’ 1/443, no. 2231.
[19] Shahihul Bukhari no. 1388; Al-Fath 3/299; dan Muslim 1/696, no. 1004.

Bolehkah Menarik Seseorang dari Shof Untuk Sholat Bersamanya?

Penulis: Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-’Utsaimin rahimahullah
Pertanyaan: ”Terjadi perdebatan antara jama’ah sholat, yaitu jika ada seseorang masuk masjid dan mendapati shof telah penuh sehingga ia tidak mendapatkan shof, maka bolehkah ia menarik seseorang dari shof yang telah sempurna tadi untuk sholat bersamanya? Ataukah ia harus sholat sendirian di belakang shof? Atau apakah yang harus dikerjakannya?
Jawab:
Masalah ini mengandung tiga kemungkinan. Apabila seseorang mendapati shof telah sempurna, maka bisa jadi ia sholat sendiri di belakang shof atau ia menarik seseorang dari shof dan sholat bersamanya atau ia maju ke depan di samping kanan imam. Inilah tiga keadaan jika ia ikut sholat. Atau boleh jadi ia tidak ikut sholat berjama’ah. Lalu manakah yang dipilih dari empat hal ini?
Kami katakan bahwa yang kita pilih dari hal-hal tersebut adalah hendaknya ia membuat shof sendiri dibelakang shof yang ada dan melakukan sholat bersama imam. Hal ini karena yang wajib yaitu melakukan sholat berjama’ah dan berada dalam shof. Ini adalah dua kewajiban, jika sesuatu ada halangannya yaitu berada dalam shof, maka yang lain tetap wajib, yaitu sholat berjama’ah. Pada kondisi seperti ini kami katakan: Sholatlah bersama jama’ah dibelakang shof agar engkau mendapatkan keutamaan berjama’ah. Sedangkan berdiri dalam shof pada kondisi seperti ini tidak wajib bagimu karena tidak dapat dilakukan. Sedangkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah berfirman:“Maka bertaqwalah kepada Allah semampumu”.
Sebagai penguat tentang hal ini, bahwa wanita berdiri sendirian dibelakang shof jika tidak ada wanita lain bersamanya, karena ia tidak diperkenankan satu shof bersama kaum laki-laki. Ketika ia ada halangan syar’i untuk satu shof bersama kaum laki-laki maka iapun sholat sendirian.
Begitu juga laki-laki ini yang datang ke masjid dan mendapati shof telah penuh, sehingga tidak ada tempat baginya untuk masuk shof, maka gugurlah kewajibannya untuk masuk shof, tetapi ia tetap wajib berjama’ah. Maka hendaklah ia tetap sholat di belakang shaf. Adapun harus menarik agar orang lain agar sholat di sampingnya, hal ini tidak layak, karena hal ini akan menyebabkan tiga hal, yaitu:
Pertama: Membuat celah dalam shof. Hal ini bertentangan dengan yang diperintahkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang merapatkan dan menutup celah dalam shof.
Kedua: Memindahkan orang yang ditarik tadi dari tempatnya yang utama ke tempat yang kurang utama. Hal ini termasuk kejahatan kepadanya.
Ketiga: Mengganggu sholat orang yang ditarik tadi, sebab bila ia ditarik tentunya hatinya akan terganggu kosentrasinya. Dan hal ini termasuk kejahatan kepadanya.
Adapun bentuk ketiga, yaitu berdiri bersama imam, hal ini juga tidak tepat. Karena kedudukan imam harus berbeda dengan tempat makmum. Sebagaimana ia juga memiliki kekhususan dalam ucapan maupun gerakan yang lebih dahulu dibanding makmum. Maka imam bertakbir sebelum lainnya bertakbir, imam rukuk sebelum lainnya rukuk dan juga sujud sebelum yang lainnya sujud. Maka sudah wajar jika tempatnya juga khusus.
Posisi imam yang berada di depan para makmum adalah petunjuk dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Dan inilah hal yang nyata bahwa tempat imam adalah tempatnya khusus secara sendirian. Sehingga jika makmum berdiri bersama imam tentu akan hilang kekhususannya yang memang tidak layak kecuali bagi imam.
Adapun bentuk ke empat yang mana ia meninggalkan sholat berjama’ah tetntunya lebih tidak berdasar lagi. Karena berjama’ah itu wajib. Bershof juga wajib. Jika ada salah satu yang tidak dapat dikerjakan, maka yang lainnya tidak terhapus karena yang satu tadi tidak dapat dikerjakan.
Sumber: Majmu’ Fatawa Arkanil Islam, soal no. 308. Dikutip dari Darussalaf.or.id offline dinukil dari http://abdurrahman.wordpress.com, Penulis: Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-’Utsaimin rahimahullah Judul: Etika Masuk Shof Ketika Sholat