Assalamu'alaikum wr. wb " Kami Pengurus mengajak kepada bapak/ibu/saudara donatur/pembaca blogpanti yang ingin berinvestasi akhirat utk pembebasan tanah panti permeter : 250.000.yang masih kurang 35 juta.jika berminat hbg bendahara Hj,sri Murtini :081328838320/0274 773720/774230/langsung transfer ke no.rekening panti BRI cab.wates no.0152.01.003706-50-5 Cq H.Anwarudin. semoga menjadi sebab-sebab kemudahan dan khusnulkhotimah

Minggu, 09 November 2008

Fadhilah dan hukum Wakaf

oleh : Tohari bin Misro Al-Maduri
Pengasuh Panti Asuhan Muhammadiyah Wates
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. ( QS : Al-Baqarah : 261 )
Wakaf termasuk amal ibadah yang paling mulia bagi kaum muslim, yaitu berupa membelanjakan harta benda. Dianggap mulia, karena pahala amalan ini bukan hanya dipetik ketika pewakaf masih hidup, tetapi pahalanya juga tetap mengalir terus, meskipun pewakaf telah meninggal dunia. Bertambah banyak orang yang memanfaatkannya, bertambah pula pahalanya; terlebih bila yang memanfaatkan hasil wakaf ini orang berilmu, ahli ibadah menurut sunnah dan anak yatim tentunya akan lebih bermanfaat lagi. Ini semua akan dipetik oleh pewakafnya besok pada hari kiamat.
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي أُبْدِعَ بِي فَاحْمِلْنِي فَقَالَ مَا عِنْدِي فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا أَدُلُّهُ عَلَى مَنْ يَحْمِلُهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dari Abu Mas’ud Al Anshari t , dia berkata: Ada seorang laki-laki datang kepada Nabi e . Orang itu berkata kepadanya : “Saya kehabisan bekal dalam perjalananku ini, maka antarkan aku ke tempat tujuan ?” Beliau menjawab, “Saya tidak punya kendaraan,” lalu ada seorang laki-laki yang berkata,” Wahai , Rasulullah e . Aku tunjukkan orang yang dapat mengantarkan dia,” lalu beliau bersabda :
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
Barang siapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya. (HR Muslim, 3509)
Bayangkan, orang yang menunjukkan kebaikan, yang modalnya hanya berupa lisan atau tenaga, dijamin akan mendapat pahala semisal orang yang mengerjakannya. Maka, bagaimana dengan orang yang menunjukkan kebaikan di sertai harta bendanya? Bukankah lebih utama dan lebih banyak pahalanya? Tentunya ini hanya dapat di terima dan di amalkan oleh orang yang kuat imannya kepada Allah dan berharap pahala-Nya besok pada hari pembalasan. Misalnya, sahabat Thalhah t tatkala mendengar ayat:

لَنْ تَنَالو البرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا ممَّا تُحِبُّونَ
kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna). Sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. (QS : Ali Imran : 92).
Anas t berkata: Abu Thalhah t datang kepada Rasulullah e seraya berkata , “ Wahai Rasulullah e ! Allah berfirman (QS Ali Imran 92). Sesungguhnya harta yang paling aku sukai adalah tanah bairaha. Dan sesungguhnya tanah ini aku shadaqahkan untuk Allah. Aku berharap surgaNya dan simpanannya di sisi Allah. Wahai Rasulullah ! Aturlah tanah ini sebagaimana Allah telah memberi petunjuk kepadamu… (HR Bukhari, Kitab Az Zakat, 1368).
Demikianlah suri tauladan sahabat yang kita contoh. Barangsiapa yang ingin menirunya, mari kita kita kaji tata cara wakaf ini, agar amal kita diterima Allah dan mendapat pahala yang paling banyak. Dan harta kita tidak sia-sia di dunia.
DEFINISI WAKAF
Wakaf menurut bahasa , berasal dari bahasa arab الوقف bermakna الحبس , artinya menahan. Lihat Mu’jam Al Wasith (2/1051) Imam Abu Bhakar Muhammad bin Abi Sahel As Sarkhasi mengartikan waqaf menurut bahasa sebagaimana di atas, lalu berdalil dengan FirmanNya:
óOèdqàÿÏ%ur ( Nåk¨XÎ) tbqä9qä«ó¡¨B
Dan tahanlah mereka (ditempat perhentian) karena sesungguhnya mereka akan ditanya. (QS Ash Shafat: 24) Lihat kitab Al Mabsuth, 12/39.
Maksud pengambilan waqafa, artinya menahan, Sedangkan wakaf menurut istilah , yaitu menahan benda yang pokok dan menggunakan hasil dan manfaatnya untuk kepentingan Dienul Islam. Lihat kitab Al Mughni oleh Ibnu Qudamah (8/184), Fiqhus Sunnah (3/377), atau istilah yang lain, yaitu menahan barang yang dimiliki, tidak untuk di miliki barangnya, tetapi untuik di manfaatkan hasilnya untuk kepentingan orang lain (lihat kitab Al Mabsuth, 12/39).
DALIL DISYARIATKANNYA WAKAF
Wakaf termasuk amal ibadah yang berupa harta benda, telah disyari’atkan Islam semenjak Rasulullah masih hidup, dan kemudian dilanjutkan oleh para sahabatnya serta para pengikutnya yang setia.
لما قدم رسول الله صلى الله عليه و سلم المدينة أمر بالمسجد وقال يَا بَنِي النَّجَّارِ ثَامِنُونِي بِحَائِطِكُمْ هَذَا قَالُوا لَا وَاللَّهِ لَا نَطْلُبُ ثَمَنَهُ إِلَّا إِلَى اللَّهِ
Dari Anas bin malik t berkata : Tatkala Rasulullah e datang di Madinah, beliau menyuruh agar agar membangun Masjid. Lalu Beliau berkata, “ Wahai, Bani Najjar! Juallah kebunmu ini kepadaku!” Lalu Bani Najjar berkata,” Tidak kujual. Demi Allah, tidaklah kami jual Tanah ini, kecuali Untuk Allah.(HR Bukhari 2622 )
Berkata Imam An-Nawawi " Hadis ini menujukkan asal disyariatkan wakaf, dan inilah petunjuk Jumhur Ulama' ... (lihat syarah Muslim : 11/86 ) hadis ini menjelaskan pada kita bahwa tanah yang dibangun untuk Masjid, Panti Asuhan dll termasuk wakaf (amal jariyah yang mengalir terus pahalanya, walaupun pemiliknya telah meninggal dunia )
KEUTAMAAN WAKAF
Syaikh Abdullah Ali Bassam berkata: Wakaf adalah shadaqah yang paling mulia. Allah menganjurkannya dan menjanjikan pahala yang sangat besar bagi pewakaf, karena shadaqah berupa wakaf tetap terus mengalir menuju kebaikan dan mashlahat. Adapun keutamaannya, (meliputi):
F Berbuat baik kepada yang diberi wakaf, berbuat baik kepada orang yang membutuhkan bantuan. Misalnya kepada fakir miskin, anak yatim, janda, orang yang tak memiliki usaha dan pekerjaan, atau untuk orang yang berjihad fi sabilillah, untuk mengajar dan penuntut ilmu, pembantu atau untuk pelayanan kesehatan umum.
F Kebaikan yang besar bagi pewakaf, karena dia menyedekahkan harta yang tetap utuh barangnya, tetapi terus mengalir pahalanya, sekalipun sudah putus usahanya, karena dia telah keluar dari kehidupan dunia menuju kampung akhirat. (Lihat Kitab Taisiril Allam, 2/246).
HUKUM WAKAF
Hukum wakaf adalah Sunnah, dengan mengingat dalil dari Abu Hurairah t Rasulullah ebersabda:
اذَا مَاتَ الاِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ اِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَاريَةٍ اَوْ عِلْم يُنْتَفَعُ بِهِ اَوْ وَلَدٍ صَالحٍ يَدْعُو لَهُ
" Apabila manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: Shadaqah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak sholih yang mendo’akannya. (HR Muslim 3084)
Syaikh Ali Bassam berkata: adapun yang dimaksud shadaqah dalam hadits ini ialah Wakaf. Hadits ini menunjukkan , bahwa amal orang yang telah meninggal dunia amalnya terputus. Dia tidak akan mendapat pahala dari Allah setelah meninggal dunia, kecuali (dari) tiga perkara ini; karena tiga perkara ini termasuk usahanya. Para sahabat dan tabi’in mengizinkan orang berwakaf, bahkan menganjurkannya. (Lihat kitab Taisiril Allam, 2/132).
Imam Syafi’i berkata: Kami tidak pernah mengetahui orang jahiliyah mewakafkan sesuatu, tetapi orang Islam yang mewakafkan hartanya. Ini menunjukkan, bahwa di dalam Islam, wakaf adalah masyru’. (Lihat Taisiril Allam Syarah Umdatul Ahkam 2/245)
RUKUN WAKAF
Adapun rukun wakaf ada empat, yaitu:
1. Orang yang wakaf,
2. Benda yang diwakafkan,
3. Orang yang diserahi wakaf,
4. Sighat atau akad wakaf. Rukun ini telah disepakati oleh jumhurul ulama.
(lihat kitab Al Fiqhul Islami Waadillatuhu, 8/159).
Syarat orang yang wakaf
Orang yang wakaf, hendaknya :
1. Merdeka,
2. Pemilik barang yang diwakafkan,
3. Berakal,
4. Baligh dan cerdas (mengerti dan tanggap). Dalilnya ialah:
لاَ يُكَلِّفُ الله نَفْسًا اِلاَّ وُسْعَهَا
Allah tidak membebani seseorang , melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (QS Al Baqarah: 236)
Dari 'Aisyah رَضِيَ الله عَنْهَا , Rasulullah e bersabda:
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الصَبِّيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنِ الْمَجْنُون حَتَّى يَعْقِلَ
Tidak dicatat tiga keadaan; orang yang tidur sehingga dia bangun, anak kecil sehingga dia baligh dan orang gila sehingga dia sadar. (HR Abu Dawud, 4398; Ibnu Majah, 2041; Bukhari, 6/169. Lihat Al Irwa’, 297).
Ayat dan hadits diatas menunjukkan, bahwa kesanggupan merupakan syarat seseorang dalam mengerjakan ibadah. Begitu pula dalam masalah wakaf; karena wakaf temasuk ibadah, maka kesanggupan pewakaf terpenuhi bila orang itu telah baligh, berakal, punya kecerdasan dan harta yang diwakafkan miliknya sendiri.
Abu Bakar Al Jazairi berkata: pewakaf hendaknya mempunyai hak mewakafkan, cerdas, mengerti. (lihat Minhajul Muslim, 349). Pewakaf hendaknya tidak memberi syarat yang haram atau memudharatkan. Ibnu Taimiyah berkata: Mengingat syarat orang yang wakaf terbagi menjadi dua; pewakaf yang sah dan yang batil menurut kesepakatan ulama. Maka, apabila pewakaf memberikan syarat yang haram, maka syaratnya batil. Demikian berdasarkan sabda Rasulullah
لاَ طَاعَةَ لَمَخْلُوْق فِى مَعْصِيَةِ الله عَزَّ وَجَلَّ
Tidak boleh taat kepada makhluq yang mengajak maksiat kepada Allah. (HR Imam Ahmad, no. 1041; Lihat Majmu’ Fatawa, 31/49)
SYARAT BENDA WAKAF
Ulama bersepakat, bahwa benda yang diwakafkan disyaratkan sebagai berikut:
1. Benda yang diwakafkan kelihatan,
2. Tetap utuh sekalipun diambil manfaatnya,
3. Dan benda tersebut merupakan milik orang yang wakaf.
Demikian ini berdasarkan hadits Abdullah bin Umar رضي الله عنه yang menceritakan keadaan ayahnya bernama Umar رضي الله عنه , telah mewakafkan tanah miliknya di Khaibar, sebagaimana hadits diatas.
Imam Syafi’I berkata: Benda wakaf tidak diperbolehkan, melainkan bila bendanya tetap utuh, tidak berkurang karena diambil manfaatnya. Oleh karenanya, tidak boleh mewakafkan makanan, karena akan habis segera. (lihat Fathul Bari, 5/403).
Adapun persyaratan bendanya harus kekal selamanya menurut ulama’ yang mu’tabar (sah disebut ulama), tidaklah menjadi persyaratan, karena Rasulullah صلّ الله عليه وسلّم penah mewakafkan kendaraannya, sebagaimana akan dijelaskan pada pembahasan berikutnya.
SYARAT YANG MENERIMA WAKAF
Adapun syarat orang yang diserahi wakaf;
1. Hendaknya orang yang mampu memiliki manfaatnya
2. Dan mampu membelanjakannya.
3. Tidak boleh wakaf kepada binatang, karena dia tak berakal.
4. Tidak boleh pula kepada orang yang bodoh (tidak pandai membelanjakan harta), karena Allah melarang orang bodoh membelanjakan harta. Allah berfirman,
Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (QS An Nisa’:5)
Ibnu Taimiyah berkata: “Ayat ini mengandung penjelasan, yaitu orang yang bodoh tidak boleh membelanjakan atau mengatur dirinya atau mengatur orang lain, baik karena diserahi (sebagai wakil) atau mengatur; karena membelanjakan harta yang tidak bermanfaat bagi agama dan duniawinya termasuk kebodohan yang paling besar, sehingga dilarang oleh Allah”. (Lihat kitab Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah, 31/33).
Selanjutnya tidak boleh wakaf, melainkan kepada orang yang dikenal, misalnya seperti anaknya, kerabatnya, dan orang yang sholeh lagi jujur, seperti diserahkan untuk membangun masjid. Jika wakaf kepada orang yang tidak jelas, seperti diserahkan sembarangan orang laki-laki, atau orang perempuan, atau untuk maksiat, seperti wakaf untuk gereja, kapel, maka tidak sah. (Lihat kitab Fiqhus Sunnah, 3/381; Al Mughni, 8/195 dan Fiqhus Sunnah, 8/189).
Bagaimanakah bila orang Islam mewakafkan kepada orang kafir ahli Dzimmah? Apakah diperbolehkan ? apabila mewakafkan kepada ahli Dzimmah, seperti orang kristen, hukumnya sah.dan boleh pula bersedekah kepada mereka, karena Sofiyah binti Huyyai, istri Nabi memberikan Wakaf kepada saudaranya, yaitu orang yahudi.(lihat Fiqih Sunnah, 3/381; Majmu’ Fatawa, 31/30; Al Fighul Islami, 8/193; Al Mufashal Fi Ahkamil Mar’ah, 10/425).
Ibnu Hajar berkata: “didalam hadits ini, terdapat kisah wakaf sahabat Umar. (ini) menunjukkan bolehnya berwakaf kepada orang kaya; karena istilah penyebutan kerabat dan tamu, tidaklah ada ikatan, karena mereka membutuhkan bantuan atau karena kemiskinannya”. (Lihat Fathul Bari, 5/403).
IKRAR WAKAF
Orang yang wakaf dapat diketahui, bila dia berikrar atau menyampaikan pernyataan. Misalnya:
F Perbuatan yang mengandung makna wakaf. Misalnya membangun masjid dan orang diizinkan shalat didalamnya, membangun pendidikan agama, rumah anak yatim piatu (Panti Asuhan) dan lainnya.
F Perkataan; hal ini ada dua macam. Dengan menggunakan kalimat yang jelas, seperti و قَفْتُ (aku wakafkan) حبستُ (aku tahan pokoknya) atau سبلْتُ ثمرتها (aku pergunakan hasilnya untuk fi sabilillah), atau dengan sindiran kata lain, misalnya seperti تصد قتُ (aku shadaqahkan hasilnya) حرمتُ (aku haramkan mengambil hasilnya) أبد تُ (aku abadikannya). Contohnya, bila ada orang yang berkata “saya sedekahkan rumahku ini, aku abadikan rumah ini, atau tidak aku jual rumah ini, dan aku tidak menghibahkannya”.
F
3Wasiat, misalnya, bila aku meninggal dunia, maka aku wakafkan rumah ini. Akad semacam ini dibolehkan, sebagaimana pendapat Imam Ahmad, karena kalimat ini merupakan wasiat. (Lihat Al Mughni, 8/189; Al Mifsal Fi Ahkamil Mar’ah, 10/429; Fiqih Sunnah, 3/380. Lihat Fathul Bari, 5/403; Taisirul Allam, 2/132).
PERSAKSIAN WAKAF
Wakif, sebaiknya mempersaksikan barang wakafnya, agar dia tetap amanat dan dapat menghindari khianat. Dalilnya, sebagaimana hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari, no. 2551, bersumber dari sahabat Ibnu Abbas رضي الله عنه, Sahabat Ibnu Abbas رضى الله عنه . sahabat Sa’ad bin Ubadah رضى الله عنه , ketika ibunya meninggal dunia, ketika itu dia tidak ada. Lalu ia lapor kepada Rasulullah صل الله عليه وسلّم ,
يا رَسول الله اِنَّا أُمِّى تُوَفِّيَتْ وَأَنَا غَائِبُ عَنْهَا أَيَنْفَعُهَا شَيْءٌ اِنْ تَصَدَّ قْتُ بِهِ عَنْهَا قألَ نَعَمْ قَال اِنِّى أُشْهِدُكَ اَنَّ حَائطيَ الْمَخْرَافَ صَدَقَةٌ عَلَيْهَا
“Wahai , Rasulullah. Sesungguhnya ibuku meninggal dunia. Ketika itu saya tidak ada. Apakah dapat bermanfaat kepadanya bila aku bershadaqah sebagai gantinya ? Beliau menjawab,”Ya” maka Sa’ad berkata,”Sesungguhnya aku menjadikan kamu sebagai saksi, bahwa pekarangan yang banyak buahnya ini aku shadaqahkan (pahalanya) untuk ibuku.” (HR Bukhari, 2551).
Ibnu Hajar berkata: Hadits diatas, bila dijadikan dasar adanya saksi wakaf, belum jelas; karena boleh jadi, maksud hadits diatas adalah pemberitahuan. Sedangkan Al Mulhib beralasan perlunya ada saksi dalam wakaf, berdasarkan firmanNya:
Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli.
(QS Al Baqarah: 282).
Al Mulhib berkata: Apabila orang berjual beli dianjurkan adanya saksi, padahal makna jual beli adalah penukaran barang, maka wakaf dianjurkan adanya saksi itu lebih utama. (Lihat Fathul Bari, 5/391).
Kami tambahkan, terlepas dari pembahasan hukum, maka bila wakaf, sebaiknya ada yang menyaksikannya, agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Wallahu a’lam.
Wakaf, sebaiknya dicatat sebagaimana dijelaskan hadits diatas, yaitu kisah sahabat Umar رضى الله عنه ketika mewakafkan tanahnya, ada pesan Nabi:
اِنْ شِئْتَ حَسَّبْتَ أَصْلَهَا وَتَصَدَّقْتَ بِهَا
Jika engkau menghendaki, engkau wakafkan tanah itu (engkau tahan tanahnya) dan engkau shadaqahkan hasilnya. (HR Bukhari, sebagaimana tercantum diatas).
Ahli ilmu menjadikan hadits ini sebagai dalil perlunya pencatatan wakaf , sebagai bukti bila terjadi perselisihan dan untuk maslahah (kebaikan) pada hari kemudian.
Disebutkan dalam kitab Al Muhadzab: Apabila pemilik wakaf memperselisihkan didalam persyaratan wakaf dan penggunaannya, sedangkan tidak ada bukti, maka bila wakifnya masih hidup, yang dijadikan pegangan adalah perkataan wakif; karena dialah yang menetapkan syarat dan penggunaannya. (Lihat kitab Al muhadzab, 1/446).
STATUS HARTA WAKAF
Harta wakaf, bukanlah milik pewakaf lagi; karena hadits diatas menerangkan
اَنَّهُ لاَ يُبَاعُ أََصْلُهَا وَلاَ يُوهَبٌ وَلاَ يُورَثُ
Sesungguhnya tanah ini tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan dan tidak boleh diwaris.
Abu Yusuf dan Muhammad bekata: Harta, bila diwakafkan tidaklah menjadi milik pewakaf lagi. Tetapi, dia hanya berhak menahan benda pokoknya, agar tidak menjadi orang lain. Oleh karena itu, bila pewakaf meninggal dunia, ahli warisnya tidak mewarisi harta wakafnya. (Lihat kitab Al Mabsuth, 12/39)
Imam Syafi’i berkata: Tatkala Rasulullah صل الله عليه وسلّم membolehkan pewakaf menahan pokok hartanya dan memanfaatkan hasilnya, menunjukkan bahwa benda yang diwakafkan bukan milik pewakaf lagi. (Lihat Al Umm, Imam Syafi’i, kitab Athaya Wash Shadaqah Wal Habsi).
WAKAF BERKELOMPOK
Wakaf tidak harus dilakukan perorangan, tetapi boleh dengan berjama’ah. Misalnya, iuran membeli tanah untuk membangun masjid, membangun panti asuha dan lainnya. (dan dalam makalah ini, saya mewakili pengurus Panti Asuhan Muhammadiyah mengucapkan Jazakallahukhairan semoga urusan ini menjadi salah satu sebab Allah memudahkan urusan dunia dan akhirat bapak/ibu dan memasukkannya dalam Sabda Nabi dibawa ini اَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيْمِ فِي الْجَنَّةِ هَكَذَا وَاَشَارَ بِالسَّبَابَةِ وَالْوُسْطَى وَفَرَّجَ بَيْنَهُمَا شَيْئًا
Aku dan pengkafil anak yatim berada di surga, lalu beliau mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari tengah dengan merenggangkan sedikit(HR. Bukhori 5304)
عَنْ اَبِي الدَرْدَاءِ رَضِيَ الله عَنْهُ,قَالَ:اَتَي النَّبِيَّ رَجُلٌ يَشْكُوْ قَسْوَةَ قَلْبِهِ, قَالَ, اَتُحِبُّ اَنْ يَلِيْنَ قَلْبُكَ وَتُدْرِكُ حَاجَتَكَ؟ اِرْحَمِ الْيَتِيْمَ وَامْسَحْ رَاءْسَهُ وَاَطْعِمْهُ مِنْ طَعَامِكَ يَلِنْ قَلْبُكَ وَتُدْرِكُ حَاجَتَكَ
Dari Abu Darda' beliau berkata " datang seorang laki-laki mengadu kepada Rasulullah tentang sikap kerasnya hati yang dialaminya. Lalu Rasulullah bertanya " Apakah engkau ingin hatimu menjadi lunak dan engkau mengetahui kebutuhanmu? Sayangilah anak yatim, usaplah kepalanya, dan berilah dia makan sebagaimana engkau makan, maka pasti hatimu akan menjadi lunak dan engkau dapat mengetahui kebutuhanmu.
( HR. Thabrani/Shahih al-jami' no.80 )
Adapun dalilnya, Sabda Nabi صل الله عليه وسلّم kepada pemilik kebun yang merupakan milik orang banyak:
يَا بَنِى النَّجَّارِ ثَامِنُونِي بِحَائِطِكُمْ هَذَا قَاَلُوْا لاَ وَاللهِ لاَ نَطْلُبُ ثَمَنَهُ اِلاَّ اِلَى الله
“Wahai, Bani Najjar! Juallah kebunmu ini kepadaku !” lalu Bani Najjar berkata, “Tidak kujual. Demi Allah, tidaklah kami jual tanah ini, kecuali untuk Allah.(HR Al Bukhari kitab Al Washaya, 2564)
Sabda Beliau صل الله عليه وسلّم Wahai, Bani Najjar!: menunjukkan bahwa wakaf dapat dilakukan dari satu orang
Tambahan : Menurut info dari bendahara pembebasan tanah Panti Asuhan Muhammdiyah Kriyana Wates yaitu Ibu Hj Srimurtini Hp : 08132883820 atau Ibu Hj Endang Hp : 081328215511. masih kurang 40 juta. Semoga kita diberi kemampuan untuk melunasinya. Bisa langsung datang ke panti, atau bagi jamaah pengajian arisan haji bisa melalui bapak Pras dan bapak Ngasiran. Atau pada ketua Panitia pembebasan tanah yaitu Bapak H. Fauzan Daru Hp : 08122721376 atau melalui bendahara langsung.

MENUNDA PENYERAHAN WAKAF
Orang yang telah berikrar wakaf tetapi belum menyerahkannya maka ulama’ berbeda pendapat. Ada yang membolehkannya ada yang tidak membolehkannya.
Ibnu Hajjar berkata: Apabila ada orang wakaf, sedang barangnya belum diserahkan, maka hukumnya boleh dan sah wakafnya. Begitulah pendapat jumhur ulama’. (Lihat Fathul Bari, 5/384).والله اعلم (wallahu a’lam).
PERSYARATAN WAKAF
Wakif (orang yang mewakafkan) boleh memberi persyaratan, sebagaimana disebutkan hadits dibawah ini:
Sahabat Ibnu Mas’ud berkata, Rasulullah bersabda :
الْمُسْلِمُ عِنْدَ شُرُوطِهِمْ
Orang muslim tergantung persyaratannya. (HR Bukhari, kitab Al Ijarah )
Tetapi hendaknya, wakif tidak memberi persyaratan yang melanggar sunnah, atau persyaratan yang menyebabkan madharat, sebagaimana yang disebutkan oleh Abdullah bin Amr bin Auf, dari ayahnya, dari kakeknya , sesungguhnya Rasullah bersabda :
الصُّلْحُ جَائِزُ بَيْنَ الْمُسْلِمِيْنَ اِلاَّ صُلْحَا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُوْنَ عَلَى شُرُطِهِمْ اِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاًلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا
Damai itu di bolehkan sesama kaum muslimin, kecuali yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram, seorang muslim menurut persyaratannya, kecuali persyaratan yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.
(HR Tirmidzi,no.1271.Hadits hasan shahih).
Aisyah berkata, Rasulullah bersabda :
مَا بَالُ اُنَاسٍ يَشْتَرِطُوْنَ شُرُوْطًا لَيْسَ فِي كِتَابِ اللهِ مَنِ اشْتَرَطَ شَرْطًا لَيْسَ فِي كِتَابِ اللهِ فَهُوَ بَاطِلٌ وَاِنِ اشْتَرَطَ مَائِةَ شَرْط شَرْطُ الله أَحَقُّ وَأَوْثَقَ
Mengapa manusia membuat syarat yang tidak tercantum di dalam kitab Allah, maka barang siapa yang membuat syarat yang tidak ada didalam kitab Allah, ia adalah bathil, sekalipun dengan seratus syarat. Syarat Allah lebih berhak dan lebih mantap. (HR Bukhari,2010).
Syaikh Abdullah Ali Bassam berkata : Ulama’ berbeda pendapat dalam memahami syarat di atas . Pertama . Syaratnya batal, Bila menyelisihi Al Qur’an dan Sunnah.
Kedua. Selagi tidak ada larangan dalam yang mubah,maka berarti boleh. Dan karena boleh, berarti di syari’atkan di dalam Al Qur’an (Lihat kitab Taisirul Allam).
Syaikh Islam Ibnu Taimiyah, ketika ditanya tentang wakif yang mensyaratkan wakafnya untuk anaknya kemudian cucunya, kemudian anak cucunya sampai seterusnya, beliau menjawab: Bagiannya tadi berpindah untuk anaknya, bukan untuk saudaranya dan anak pamannya. (Lihat Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah, 31/ 100).
Jawaban Ibnu Taimiyah ini memberi penjelasan contoh persyaratan yang mubah. Adapun wakaf yang melanggar sunnah, Misalnya wakaf untuk gedung bioskop, wakaf untuk penyanyi, wakaf untuk menghalangi dakwah, wakaf untuk membantu kelancaran kesyirikan, menghancurkan sunnah dan lainnya, semua ini hukumnya haram.
WAKIF MENCABUT WAKAFNYA
Ulama’ berbeda pendapat apabila pewakaf mencabut wakafnya.
Abdullah bin Ali Bassam berkata : Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa harta wakaf boleh dijual dan dicabut. Pendapat ini adalah keliru.
Abu Yusuf berkata, jikalau Imam Abu Hanifah mendengar hadits Umar (sebagaimana diatas), Tentu dia akan mencabut perkataannya.
Sedangkan Imam Qurthubi berpendapat, mencabut wakaf adalah menyelisihi Ijma’. Kita tidak perlu memikirkan pendapat yang membolehkannya. (lihat kitab Taisirul Allam,2/252).
Syaikh Muhammad Amin berkata: Seharusnya wakif tidak mencabut wakafnya, apabila sebelumnya telah meletakkan syarat, kecuali apabila ia telah melihat barang wakafnya tidak dimanfaatkan, atau merasa diabaikan amanahnya; maka pewakaf boleh mencabut wakafnya. Selanjutnya jika yang disyaratkan , seperti muaddzin, Imam shalat, atau pengajar; jika dirasa kurang bermanfaat atau mereka meremehkan amanat yang dipikulkan kepadanya, maka wakif boleh menyelisihi persyaratannya. (lihat kitab Khasiyah Ibnu Abidin, 4/459).
Kesimpulannya, menurut asalnya, harta wakaf hukumnya tidak boleh dicabut kembali, kecuali bila tidak dimanfaatkan, atau diabaikan amanatnya, maka boleh mencabutnya untuk dialihkan yang lebih bermanfaat, Wallahu a’lam .
MENJUAL HARTA WAKAF
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Ali Bassam berkata: Imam Ahmad berpendapat, harta wakaf tidak boleh dijual atau diganti yang lain, kecuali bila tidak bisa dimanfaatkan secara keseluruhan, atau tidak mungkin diperbaiki; sehingga jika tidak dapat dimanfaatkan, maka boleh dijual atau diganti dengan yang lain. Imam Ahmad ini beralasan dengan amalan sahabat Umar ketika sampai berita kepadanya, bahwa baitul mal di kufah rusak.Sehingga beliau menulis surat kepada sahabat Sa’ad agar memindah masjid di Tamarin, dan menjadikan baitul mal di depan masjid, sedangkan masjid itu senantiasa dijadikan sebagai tempat shalat. Perbuatan khalifah ini disaksikan oleh sahabat, dan tidak ada yang mengingkarinya. Karenanya kedudukan perbuatan sahabat Umar ini bernilai Ijma’.
Ibnu Taimiyah berkata: Apabila dibutuhkan pergantian, maka harta wakaf itu wajib diganti dengan semisalnya. Adapun bila ia tidak dibutuhkan, boleh diganti dengan yang lebih baik, bila ternyata diganti (itu) lebih mendatangkan mashlahat.
( Lihat Taisirul Allam, 2/252 ).
Adapun misal harta wakaf yang harus diganti, orang mewakafkan genting masjid, atau kayu, atau peralatan bangunan lainnya, barang itu sudah rusak, maka wajib diganti, sebab bila tidak, maka tidaklah bermanfaat bangunan tersebut,, mengingat sebagian peralatannya tidak berfungsi lagi. Misal yang lain, yang tidak membutuhkan ganti, tapi bila diganti akan lebih bermanfaat; Misal orang mewakafkan rumah dan tanah untuk masjid. Mengingat rumah itu sempit dan tidak bisa menampung kebutuhan jama’ah maka bangunannya diganti yang lebih luas, sehingga dapat menampung jama’ah yang lebih banyak.
LARANGAN BAGI PEWAKAF
1. Benda wakaf tidak boleh dihibahkan kepada siapapun. Karena wakaf adalah mengambil manfaat, bukan menghabiskan bendanya.
2. Benda wakaf tidak boleh diwariskan, karena apabila diwaris maka status wakafnya menjadi milik perorangan.
3. Benda wakaf tidak boleh di perjual belikan karena akan hilang benda aslinya
Adapun dalil larangan tiga perkara diatas, ialah hadis Nabi
أَنَّهُ لَا يُبَاعُ أَصْلُهَا وَلَا يُبْتَاعُ وَلَا يُورَثُ
Sesungguhnya tanah wakaf tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan, dan tidak boleh di warisi.
( HR : Bukhori : 2586, Muslim :3085 )
PENGURUS WAKAF
Adalah mewakili wakif, untuk melaksakan amanahnya. Tentunyaa dibutuhkan orang yang amanah. Diutamakan orang yang beraqidah benar dab ahli din dan bermanhaj yang benar. Memilki kemampuan mngelola, agar dapat disalurkan hasilnya untuk kebaikan.
Dalam kitab Kasyaful Qona', 4/249 menyebutkan wakaf tidak sah bila diserahkan pada 3 golongan :
1. Orang yang tidak jelas, misalnya " saya pasrahkan kepada siapa saja "
2. Diserahkan pada orang yang mati, budak atau jin.
3. Diserahkan pada bayi yang belum lahir
JENIS-JENIS BENDA YANG BISA DIWAKAFKAN
1. Tanah kosong ( lihat HR. Bukhori : kitab zakat no. 1368 )
2. Alat perang ( lihat HR. Bukhori no. 1375 )
3. Hewan atau kendaraan ( Lihat HR. Bukhori no. 2661 )
Berdasarkan Hadis : Amr bin Al-haris berkata " Pada waktu wafatnya Rasulullah tidaklah meninggakan dirham, tidak pula dinar, tidak pula budak pria, tidak pula budak wanita, dak sedikitpun tidak meninggalkan harta, melainkan keledai putih, senjata dan tanah, Beliau wakafkan semuanya ( HR. Bukhori : no. 2661 )
Namun ulama berbeda pendapat mewakafkan benda yang tidak kekal, misalnya binatang, kendaraan dan lainnya. Tetapi mereka hanya berselisih dari segi penamaan, disebut wakaf atau shadaqah. Perbedaan pendapat tidak membatalkan orang yang berinfak berupa hewan yang dipergunakan hasilnya untuk menuju jalan Allah.
4. Sumur atau pengairan
Ustman bin Affan berkata pada Rasullah datang kekota Madinah. Beliau tidak menjumpai air tawar, melainkan sumur namanya Rumah lalu belaiu bersabda :
مَنْ يَشْتَرِيهَا مِنْ خَالِصِ مَالِهِ فَيَكُونَ دَلْوُهُ فِيهَا كَدُلِيِّ الْمُسْلِمِينَ وَلَهُ خَيْرٌ مِنْهَا فِي الْجَنَّةِ
Barang siapa yang membeli sumur ini dengan uang sendiri, sehingga timba yang diletakkan di dalamnya sebagai timbanya orang muslim, dan dia akan mendapatkan imbalan yang lebih baik disorga? lalu aku membelinya dengan hartaku
( HR : Ahmad no. 524 )
5. Kebun yang dapat dimanfaatkan hasilnya
Sesungguhnya Sa'ad bin Ubadah, tatkala ibunya meninggal dunia, dia tidak berada dirumahnya, lalu dia bertanya : Wahai Rasulullah sesungguhnya ibuku meninggal dunia, sedangkan saat itu aku tidak ada apakah bermanfaat baginya bila aku yang bershadaqah ? Beliau menjawab " Ya. Lalu Dia berkata " Wahai Nabi saksikanlah bahwa kebun yang berbuah banyak ini aku wakafkan agar dia dapat pahala ( HR : Bukhori : 2551 )
PENERIMA DAN PENGGUNA HARTA WAKAF
Penulis kitab Fiqh Sunnah Sayyid Sabiq lihat 3/337 menyebutkan HR : Bukhori no. 2532 Muslim no.1664. Berdasarkan hadits ini, kita dapat membagi dua macam pemanfaatan wakaf secara umum. Pertama, wakaf untuk keluarga. Maksudnya wakaf untuk cucu atau keluarga dan orang sepeninggal mereka. Kedua, wakaf khairiyah. Maksudnya wakaf untuk kemaslahatan umum.
(Lihat Fiqih Sunnah, 3/337).
Adapun yang berhak menerima dan memanfaatkan hasil wakaf, secara terperinci sebagai berikut.
F Keluarga atau anak.
Jika pewakaf mewakafkan untuk keluarga, maka keluarga boleh mengambil hasil wakaf, karena hadits sebelumnya menerangkan :
وَفِى الْقُرْبَى “dan untuk keluarga”.
F Orang kaya
Wakaf ditujukan kepada orang kaya boleh, karena keumuman kalimat “dan untuk keluarga”, berarti orang kaya termasuk didalamnya. Selanjutnya hadits diatas menyebutkan bahwa beliau bersabda:
“jika kamu menghendaki, kamu wakafkan tanahnya, dan kamu shadaqahkan hasilnya”.
Imam Bukhari menulis “Bab waqaf diperuntukkan orang kaya dan miskin dan tamu” berdalil dengan hadits umar. Lihat Shahih Bukhari, 2/1020.
F Fakir miskin.
Fakir miskin atau anak yatim pun berhak memanfaatkan hasil wakaf, utamanya bila wakif mewakafkan untuk mereka, karena hadits diatas mengatakan :
“lalu Umar menyedekahkan hasilnya untuk diberikan kepada kaum fakir”.
F Ibnu Sabil.
Ibnu sabil maksudnya orang yang bepergian ibadah, atau menuntut ilmu dien. mereka membutuhkan bantuan karena terputus bekalnya. Mereka boleh menerima bantuan hasil wakaf, karena hadits di atas ada kalimat : “ Dan untuk ibnu sabil”
وَابْن السَّبيل “Dan untuk fi sabilillah.”
F Fi sabilillah.
Maksudnya untuk orang yang jihad atau berperang untuk menegakkan dienul
Islam dengan membelikan alat perang, atau menafkahi para pengajar Dienul Islam, untuk sarana pendidikan Islam dan semisalnya, karena hadits di atas menyebutkan :
“ Dan untuk fi sabilillah”
F Pewakaf
Orang yang wakaf boleh mengambil sebagian hasil wakafnya, bila di dalam wakaf ia mensyaratkan dirinya mengambil sebagian hasil harta wakafnya. Karena ada hadits, dari Abu Hurairah, dia berkata :Rasulullah memerintahkan orang bersadaqah. Lalu ada orang laki - laki berkata :
“Wahai, Rasulullah. Saya memiliki dinar, Beliau berkata :”Shadaqahkan untuk dirimu.” Dia berkata,” Saya memiliki yang lain.”Beliau berkata,” Shadaqahkan untuk anakmu.” Dia ,”Saya memiliki yang lain.”Beliau berkata,” Shadaqahkan untuk istrimu.”Dia berkata,” Saya memiliki yang lain.” Beliau berkata,” Shadaqahkan untuk pelayanmu.”Diaberkata,” Saya memiliki yang lain.”beliau berkata,” Engkau yang lebih tahu.”
( HR. Abu Dawud, no. 1441 ).
F Tamu
Maksudnya, bila ada tamu, boleh di ambilkan harta wakaf untuk menjamu tamu, apalagi mereka tamu Allah, karena di sebutkan hadits di atas :
وَالضَّيْف
“untuk menjamu tamu”
F Pengurus Harta Wakaf
Tentunya pengurus harta wakaf, melaiankan sesuai dengan pekerjaannya
dengan di dasari takut kepada Allah. Hadits diatas menyebutkan :
لاَ جُنَاحَ عَلَى مَنْ وَلِيَهَا أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا بِالْمَعْرُوفِ وَيُطْعمَ غَيْرَ مُتَمَوَّلَ
“ Yang mengurusnya tidak mengapa bila dia makan sebagian hasilnya dan memberi makan yang lain, asalkan bukan untuk menimbun harta. (HR. Bukhari, no. 2565 ).
ZAKAT WAKAF
Ibnu Qudamah berkata: Jika benda wakaf itu berupa pohon yang berbuah atau tanah yang diperuntukkan pertanian, sedangkan yang menerima wakaf ini perorangan, kemudian menghasilkan buah-buahan atau biji – bijian yang telah sampai nisab, maka wajib mengeluarkan zakatnya. Inilah pendapat Imam Malik dan Imam Safi’i. Adapun wakaf yang peruntukkan fakir miskin, maka tidak diperkenankan zakat, miskin pun pada waktu panen mencapai nisab. (HR. Al Mughni, 8 /228 ).
Dari keterangan di atas, tidak semua benda wakaf khusus tanah yang dikenai zakat, tetapi khusus wakaf tanah yang diperuntukkan untuk pertanian, itupun terbatas dengan tanaman tertentu. Untuk lebih jelasnya, dapat kita pelajari pada pembahasan zakat tanaman.
Demikian keterangan singkat masalah wakaf. Semoga Allah memberi petunjuk kepada umat Islam agar segera mewakafkan sebagian hartanya, sehingga kebutuhan kaum muslimin terpenuhi, baik untuk kepentingan sarana ibadah, Panti Asuhan atau membantu orang yang membutuhkannya. Utamanya untuk megembangkan dakwah yang hak, dibutuhkan sarana dan bantuan yang cukup, agar ahli tauhid cepat bangkit serta ahli syirik dan ahli membuat syariat baru dalam Agama berkurang. Nabi bersabda " Barangsiapa membantu saudaranya muslim, Allah akan membantunya "
وَبِاللهِ التَّوْفِيْقِ

Catatan sumber rujukan makalah ini :
1. Ceramah dan Tulisan Ustadz Ainur Rofiq tentang " HUKUM WAKAF " MP3
2. HPT
3. MP3 Al-Qur'an dengan terjamah bahasa Indonesia dan Inggris plus tajwid
4. DVD Makktabah Syamilah yang memuat 18.000 macam kitab dan kitab lainnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar