Assalamu'alaikum wr. wb " Kami Pengurus mengajak kepada bapak/ibu/saudara donatur/pembaca blogpanti yang ingin berinvestasi akhirat utk pembebasan tanah panti permeter : 250.000.yang masih kurang 35 juta.jika berminat hbg bendahara Hj,sri Murtini :081328838320/0274 773720/774230/langsung transfer ke no.rekening panti BRI cab.wates no.0152.01.003706-50-5 Cq H.Anwarudin. semoga menjadi sebab-sebab kemudahan dan khusnulkhotimah

Sabtu, 29 Januari 2011

Bahayanya Mengamalkan Shalawat Nariyah Karena mengandung kesyirikan

Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu berkata: “Shalawat Nariyah cukup populer di banyak kalangan dan ada yang meyakini bahwa orang yang bisa membacanya sebanyak 4444 kali dengan... niat menghilangkan kesulitan-kesulitan atau demi menunaikan hajat maka kebutuhannya pasti akan terpenuhi. Ini merupakan persangkaan yang keliru dan tidak ada dalilnya sama sekali. Terlebih lagi apabila anda mengetahui isinya dan menyaksikan adanya kesyirikan secara terang-terangan di dalamnya. Berikut ini adalah bunyi shalawat tersebut:”
Allahumma sholli sholaatan kaamilatan Wa sallim salaaman taaman ‘ala sayyidinaa Muhammadin Alladzi tanhallu bihil ‘uqadu, wa tanfariju bihil kurabu, wa tuqdhaa bihil hawaa’iju Wa tunaalu bihir raghaa’ibu wa husnul khawaatimi wa yustasqal ghomaamu bi wajhihil kariimi, wa ‘alaa aalihi, wa shahbihi ‘adada kulli ma’luumin laka
Artinya:
“Ya Allah, limpahkanlah pujian yang sempurna dan juga keselamatan sepenuhnya, Kepada pemimpin kami Muhammad, Yang dengan sebab beliau ikatan-ikatan (di dalam hati) menjadi terurai, Berkat beliau berbagai kesulitan menjadi lenyap, Berbagai kebutuhan menjadi terpenuhi, Dan dengan sebab pertolongan beliau pula segala harapan tercapai, Begitu pula akhir hidup yang baik didapatkan, Berbagai gundah gulana akan dimintakan pertolongan dan jalan keluar dengan perantara wajahnya yang mulia, Semoga keselamatan juga tercurah kepada keluarganya, dan semua sahabatnya sebanyak orang yang Engkau ketahui jumlahnya.”
Syaikh berkata:
“Sesungguhnya aqidah tauhid yang diserukan oleh Al-Qur’an Al Karim dan diajarkan kepada kita oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan kepada setiap muslim untuk meyakini bahwa Allah semata yang berkuasa untuk melepaskan ikatan-ikatan di dalam hati, menyingkirkan kesusahan-kesusahan, memenuhi segala macam kebutuhan dan memberikan permintaan orang yang sedang meminta kepada-Nya. Oleh sebab itu seorang muslim tidak boleh berdoa kepada selain Allah demi menghilangkan kesedihan atau menyembuhkan penyakitnya meskipun yang di serunya adalah malaikat utusan atau Nabi yang dekat (dengan Allah). Al-Qur’an ini telah mengingkari perbuatan berdoa kepada selain Allah baik kepada para rasul ataupun para wali. Allah berfirman yang artinya:
أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا
“Bahkan sesembahan yang mereka seru (selain Allah) itu justru mencari kedekatan diri kepada Rabb mereka dengan menempuh ketaatan supaya mereka semakin bertambah dekat kepada-Nya dan mereka pun berharap kepada rahmat-Nya serta merasa takut akan azab-Nya. Sesungguhnya siksa Rabbmu adalah sesuatu yang harus ditakuti.” (QS. Al-Israa’: 57). Para ulama tafsir mengatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang yang berdoa kepada Isa Al-Masih atau memuja malaikat atau jin-jin yang saleh (sebagaimana diceritakan oleh Ibnu Katsir).”
Beliau melanjutkan penjelasannya:
“Bagaimana Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bisa merasa ridha kalau beliau dikatakan sebagai orang yang bisa melepaskan ikatan-ikatan hati dan bisa melenyapkan berbagai kesusahan padahal Al-Qur’an saja telah memerintahkan beliau untuk berkata tentang dirinya:
قُلْ لا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلا ضَرًّا إِلا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Katakanlah: Aku tidak berkuasa atas manfaat dan madharat bagi diriku sendiri kecuali sebatas apa yang dikehendaki Allah. Seandainya aku memang mengetahui perkara ghaib maka aku akan memperbanyak kebaikan dan tidak ada keburukan yang akan menimpaku. Sesungguhnya aku hanyalah seorang pemberi peringatan dan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al-A’raaf)
Pada suatu saat ada seseorang yag datang menemui Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengatakan: “Atas kehendak Allah dan kehendakmu wahai Rasul”, Maka beliau menghardiknya dengan mengatakan, “Apakah kamu ingin menjadikan aku sebagai sekutu bagi Allah? Katakan: Atas kehendak Allah semata.” Nidd atau sekutu artinya: matsiil wa syariik (yang serupa dan sejawat) (HR. Nasa’i dengan sanad hasan)
Beliau melanjutkan lagi penjelasannya:“Seandainya kita ganti kata bihi (به) (dengan sebab beliau) dengan bihaa (بها) (dengan sebab shalawat) maka tentulah maknanya akan benar tanpa perlu memberikan batasan bilangan sebagaimana yang disebutkan tadi. Sehingga bacaannya menjadi seperti ini:Allahumma sholli sholaatan kaamilatan wa sallim salaaman taamman ‘ala sayyidinaa Muhammadin Allati tuhillu bihal ‘uqadu (artinya ikatan hati menjadi terlepas karena shalawat)
Hal itu karena membaca shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ibadah yang bisa dijadikan sarana untuk bertawassul memohon dilepaskan dari kesedihan dan kesusahan. Mengapa kita membaca bacaan shalawat bid’ah ini yang hanya berasal dari ucapan makhluk biasa sebagaimana kita dan justru meninggalkan kebiasaan membaca shalawat Ibrahimiyah (yaitu yang biasa kita baca dalam shalat, pent) yang berasal dari ucapan Rasul yang Ma’shum?”
***
Penulis: Muhammad Jamil Zainu
Diterjemahkan oleh Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id
Shalawat nariyah telah dikenal oleh banyak orang. Mereka beranggapan, barangsiapa membacanya sebanyak 4444 kali dengan niat agar kesusahan dihilangkan, atau hajat dikabulkan, niscaya akan ter-penuhi.

Ini adalah anggapan batil yang tidak berdasar sama sekali. Apalagi jika kita mengetahui lafazh bacaannya, serta kandungan syirik yang ada di dalamnya. Secara lengkap, lafazh shalawat nariyah itu adalah sebagai berikut,

“Ya Allah, limpahkanlah keberkahan dengan keberkahan yang sempurna, dan limpahkanlah keselamatan dengan keselamatan yang sempurna untuk penghulu kami Muhammad, yang dengan beliau terurai segala ikatan, hilang segala kesedihan, dipenuhi segala kebutuhan, dicapai segala keinginan dan kesudahan yang baik, serta diminta hujan dengan wajahnya yang mulia, dan semoga pula dilimpahkan untuk segenap keluarga, dan sahabat-nya sebanyak hitungan setiap yang Engkau ketahui.”

1. Aqidah tauhid yang kepadanya Al-Quranul Karim menyeru, dan yang dengannya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam mengajarkan kita, menegaskan kepada setiap muslim agar meyakini bahwa hanya Allah semata yang kuasa menguraikan segala ikatan. Yang menghilangkan segala kesedihan. Yang memenuhi segala kebutuhan dan memberi apa yang diminta oleh manusia ketika ia berdo’a.Setiap muslim tidak boleh berdo’a dan memohon kepada selain Allah untuk menghilangkan kesedihan atau menyembuhkan penyakit-nya, bahkan meski yang dimintanya adalah seorang malaikat yang diutus atau nabi yang dekat (kepada Allah).

Al-Qur’an mengingkari berdo’a kepada selain Allah, baik kepada para rasul atau wali. Allah berfirman,

“Katakanlah, ‘Panggillah mereka yang kamu anggap (tuhan) selain Allah, maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya daripadamu dan tidak pula memindahkannya. Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmatNya dan takut akan siksaNya; sesungguhnya siksa Tuhanmu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti.” (Al-lsra’: 56-57)

Para ahli tafsir mengatakan, ayat di atas turun sehubungan dengan sekelompok orang yang berdo’a dan meminta kepada Isa Al-Masih, malaikat dan hamba-hamba Allah yang shalih dan jenis makhluk jin.
2. Bagaimana mungkin Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam akan rela, jika dikatakan bahwa beliau kuasa menguraikan segala ikatan dan menghilangkan segala kesedihan. Padahal Al-Qur’an menyeru kepada beliau untuk memaklumkan,”Katakanlah, ‘Aku tidak kuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, niscaya aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.” (Al-A’raaf: 188)

“Seorang laki-laki datang kepada Rasululllah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam lalu ia berkata kepada beliau, ‘Atas kehendak Allah dan kehendakmu.” Maka Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam bersabda, ‘Apakah engkau menjadikan aku sebagai sekutu (tandingan) bagi Allah? Katakanlah, “Hanya atas kehendak Allah semata.” (HR. Nasaa’i, dengan sanad shahih)

Di samping itu, di akhir lafazh shalawat nariyah tersebut, terdapat pembatasan dalam masalah ilmu-ilmu Allah. Ini adalah suatu kesalahan besar.
3. Seandainya kita membuang kata “Bihi” (dengan Muhammad), lalu kita ganti dengan kata “BiHaa” (dengan shalawat untuk Nabi), niscaya makna lafazh shalawat itu akan menjadi benar. Sehingga bacaannya akan menjadi seperti berikut ini:
“Ya Allah, limpahkanlah keberkahan dengan keberkahan yang sempurna, dan limpahkanlah keselamatan dengan keselamatan yang sempurna untuk Muhammad, yang dengan shalawat itu diuraikan segala ikatan …”Hal itu dibenarkan, karena shalawat untuk Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Salam adalah ibadah, sehingga kita boleh ber-tawassul dengannya, agar dihilangkan segala kesedihan dan kesusahan.
4. Kenapa kita membaca shalawat-shalawat bid’ah yang meru-pakan perkataan manusia, kemudian kita meninggalkan shalawat lbrahimiyah yang merupakan ajaran AI-Ma’sum ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar